JAKARTA – Chief Economist Citi Indonesia, Helmi Arman, memprediksi bahwa Bank Indonesia (BI) masih memiliki kelonggaran untuk kembali menurunkan suku bunga acuannya, atau yang dikenal sebagai BI-Rate, hingga tiga kali sebelum akhir tahun 2025. Proyeksi optimis ini didasarkan pada dua pilar utama: kondisi ekonomi domestik yang menunjukkan pertumbuhan belum merata serta perbaikan signifikan pada fundamental pasar valuta asing.
Helmi menjelaskan, meskipun data pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II tahun 2025 tampak kuat secara angka, laju pertumbuhan ini belum tersebar secara merata di seluruh sektor. Selain itu, tren pertumbuhan kredit di pasar domestik juga masih menunjukkan perlambatan. “Walaupun headline-nya kuat, pertumbuhan sektoralnya masih belum merata,” ungkap Helmi saat berbicara dalam acara “Pemaparan Ekonomi dan Kinerja Keuangan Citi Indonesia Triwulan II-2025” di Langham Hotel Jakarta, Selasa (19/8/2025).
Ia menambahkan bahwa suku bunga riil di Indonesia, yang dihitung dari BI-Rate dikurangi inflasi inti, masih tergolong tinggi. Namun, dengan prospek inflasi yang kian terkendali berkat stabilitas harga komoditas dan minyak, serta produksi pangan yang memadai, Helmi menilai ada ruang yang cukup bagi BI untuk menurunkan BI-Rate. Langkah ini penting untuk menekan suku bunga riil, yang pada gilirannya dapat mendorong aktivitas ekonomi.
Selain faktor domestik, Helmi juga menyoroti perbaikan fundamental di pasar valas sebagai pertimbangan penting. Menurutnya, kebutuhan korporasi terhadap dolar AS untuk pelunasan utang valas telah mengalami penurunan signifikan. Hal ini seiring dengan hampir rampungnya gelombang refinancing utang korporasi dari mata uang dolar AS ke rupiah. “Gelombang refinancing sektor korporasi ini sudah hampir selesai. Sehingga kebutuhan dolar di pasar dari korporasi juga sudah turun,” jelas Helmi.
Faktor lain yang turut menopang potensi penurunan BI-Rate adalah peningkatan konversi Devisa Hasil Ekspor (DHE) ke rupiah. Peningkatan ini terjadi setelah aturan DHE diperketat, memberikan insentif lebih bagi perusahaan untuk menukar devisa mereka ke mata uang domestik. Lebih lanjut, ia juga mengamati tren global berupa peningkatan minat terhadap obligasi dalam mata uang lokal di negara-negara berkembang. Helmi menyebutkan, “Ada sekitar dua puluh lebih bank sentral dunia yang sedang menurunkan suku bunga sekarang, sementara yang menaikkan cuma tiga.” Tren ini secara positif mendorong aliran dana masuk (inflow) ke pasar obligasi Indonesia.
Di samping itu, Helmi memperkirakan Bank Sentral Amerika Serikat, The Fed, juga akan melanjutkan penurunan suku bunga pada September mendatang. Dengan mempertimbangkan seluruh faktor, baik dari kondisi ekonomi domestik yang prospektif, perbaikan fundamental di pasar valas, hingga tren kebijakan moneter global, Citi meyakini Bank Indonesia masih memiliki ruang yang leluasa untuk menurunkan suku bunga acuannya hingga akhir tahun 2025.