AI Kuasai Bursa? 13% Investor Ritel Pilih Saham Pakai AI!

Shoesmart.co.id – Mendekati ulang tahunnya yang ketiga, ChatGPT telah mengubah lanskap investasi ritel secara signifikan. Kini, setidaknya satu dari sepuluh investor individu memanfaatkan chatbot AI ini untuk menentukan pilihan saham mereka, memicu ledakan di pasar robo-advisory. Fenomena ini sekaligus membuka diskusi sengit: apakah kecerdasan buatan benar-benar dapat menggantikan penasihat keuangan konvensional yang berpengalaman, ataukah ini hanyalah strategi berisiko tinggi yang menjanjikan keuntungan semu?

Berkat revolusi Artificial Intelligence (AI), pintu gerbang menuju analisis investasi yang kompleks kini terbuka lebar bagi siapa saja. Kemampuan untuk memilih saham, memantau performanya, dan memperoleh analisis mendalam yang sebelumnya eksklusif bagi bank-bank besar atau investor institusional, kini dapat diakses oleh khalayak umum. Ini adalah demokratisasi investasi yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Dikutip dari Reuters, pasar robo-advisory, yang mencakup berbagai perusahaan penyedia nasihat keuangan otomatis dan berbasis algoritma seperti fintech, bank, dan manajer investasi, tengah mengalami ekspansi luar biasa. Menurut firma analisis data Research and Market, sektor ini diproyeksikan tumbuh pesat. Dari pendapatan USD 61,75 miliar tahun lalu, diperkirakan akan melesat hingga USD 470,91 miliar pada tahun 2029, sebuah peningkatan fantastis sekitar 600 persen.

Setengah Abad di Silicon Valley, Larry Ellison Buktikan Dirinya Masih Bertahan dan Bangkit di Era AI

Salah satu contoh nyata dari pergeseran ini adalah Jeremy Leung. Setelah hampir dua dekade menganalisis perusahaan untuk Union Bank of Switzerland (UBS), Leung kini memanfaatkan ChatGPT sebagai “rekan kerja” untuk memilih saham bagi portofolio multi-asetnya, terutama sejak ia kehilangan pekerjaannya di bank Swiss tersebut awal tahun ini. “Saya tidak lagi memiliki kemewahan terminal Bloomberg, atau layanan data pasar semacam itu yang sangat mahal,” ungkap Leung. “Sementara, ChatGPT yang sederhana ini mampu melakukan banyak hal dan mereplikasi banyak alur kerja yang biasa saya lakukan,” tambahnya, menyoroti efisiensi biaya dan aksesibilitas perangkat AI.

Namun, Leung juga mengingatkan adanya keterbatasan signifikan. Alat AI generik mungkin melewatkan analisis penting karena tidak dapat mengakses data di balik paywall. Kendala ini bukan satu-satunya. Dengan peluncuran ChatGPT pada November 2022 yang memicu ledakan AI di pasar, antusiasme investor ritel terhadap alat serupa semakin membara. Survei menunjukkan, sekitar setengah dari investor ritel menyatakan kesediaan mereka untuk menggunakan alat AI seperti ChatGPT atau Gemini milik Google dalam memilih atau mengubah investasi di portofolio mereka.

Fenomena ini bukan sekadar niat, tetapi telah menjadi praktik. Berdasarkan survei eToro terhadap 11.000 investor ritel global, 13 persen di antaranya sudah aktif menggunakan alat AI untuk memilih saham. Di Inggris Raya, angka ini bahkan lebih tinggi; 40 persen responden survei dari perusahaan perbandingan Finder mengakui telah memakai chatbot dan AI untuk saran keuangan pribadi mereka.

Meskipun demikian, ada peringatan penting. ChatGPT sendiri secara tegas menyatakan bahwa pihaknya tidak boleh diandalkan untuk memberikan nasihat keuangan profesional. Bahkan OpenAI, pemilik ChatGPT, belum merilis data resmi tentang jumlah orang yang menggunakan chatbot mereka untuk memilih investasi. “Model AI bisa sangat brilian,” kata Dan Moczulski, direktur pelaksana eToro di Inggris, yang platformnya memiliki 30 juta pengguna di seluruh dunia. “Namun, risikonya muncul ketika orang-orang memperlakukan model generik seperti ChatGPT atau Gemini sebagai bola kristal yang dapat meramalkan masa depan,” lanjutnya.

Moczulski menekankan bahwa pendekatan terbaik adalah menggunakan platform AI yang secara spesifik dilatih untuk menganalisis pasar. Hal ini karena model AI generatif memiliki potensi untuk salah mengutip angka dan tanggal, terlalu bergantung pada narasi yang telah ditetapkan sebelumnya, serta terlalu mengandalkan pergerakan harga masa lalu untuk mencoba memprediksi masa depan yang volatil.

Sebuah eksperimen menarik dilakukan oleh Finder pada Maret 2023. Mereka meminta ChatGPT untuk memilih sekeranjang saham dari bisnis berkualitas tinggi, berdasarkan kriteria ketat seperti tingkat utang, pertumbuhan berkelanjutan, dan aset yang memberikan keunggulan kompetitif. Hasilnya mengejutkan: 38 saham pilihan tersebut, termasuk raksasa AI Nvidia dan Amazon, serta perusahaan konsumen utama seperti Procter & Gamble dan Walmart, telah melonjak hampir 55 persen hingga saat ini. Kinerja ini hampir 19 poin persentase lebih tinggi dari rata-rata 10 dana paling populer di Inggris, termasuk yang dikelola oleh Vanguard, Fidelity, HSBC, dan Fundsmith.

Perlu diingat bahwa keberhasilan ini terjadi di tengah kondisi pasar saham yang sedang menguntungkan. Saham AS saat ini berada di sekitar rekor tertinggi, dan tampaknya kebal terhadap gejolak kebijakan AS yang tidak menentu serta data ekonomi yang tidak merata. Namun, di balik angka-angka impresif ini, pemilihan saham menggunakan ChatGPT tetap menuntut pemahaman dan pengetahuan keuangan yang mendalam. Para pengguna awal mengakui bahwa ada “risiko tinggi untuk salah sebelum benar.”

Jeremy Leung, misalnya, menyusun pertanyaan yang sangat spesifik untuk mendapatkan hasil terbaik dari AI. Ia mengajukan prompt seperti: “Asumsikan Anda seorang analis short, apa tesis short untuk saham ini?” atau “Gunakan hanya sumber yang kredibel, seperti pengajuan SEC.” Leung menekankan, “Semakin banyak konteks yang Anda berikan, semakin baik responsnya AI,” menunjukkan bahwa interaksi dengan AI bukan sekadar pertanyaan sederhana, melainkan membutuhkan keahlian dalam perumusan pertanyaan.

Meskipun perangkat AI telah mendemokratisasi akses ke informasi investasi, antusiasme yang tinggi ini juga menimbulkan pertanyaan penting mengenai manajemen risiko investasi. Tidak dapat dipastikan apakah investor ritel yang mengandalkan AI juga menggunakan perangkat manajemen risiko yang memadai untuk memitigasi potensi kerugian saat kondisi pasar berbalik arah. Kondisi pasar saat ini memang cerah; Indeks STOXX 600 pan-Eropa naik hampir 10 persen tahun ini, sementara indeks S&P 500 telah bertambah 13 persen setelah melonjak 23 persen tahun lalu. “Jika orang merasa nyaman berinvestasi menggunakan AI dan mereka menghasilkan uang, mereka mungkin tidak mampu mengelolanya saat krisis atau kemerosotan,” pungkas Leung, memberikan peringatan tajam tentang bahaya euforia investasi yang didorong oleh teknologi tanpa kehati-hatian.

Nvidia Investasi Rp 1.665 Triliun ke OpenAI, Perkuat Aliansi Strategis Dua Raksasa AI dalam Persaingan Global

Ringkasan

Artikel ini membahas mengenai penggunaan AI, khususnya chatbot seperti ChatGPT, oleh investor ritel dalam memilih saham. Sekitar 13% investor ritel secara global telah menggunakan alat AI untuk memilih saham, dengan persentase yang lebih tinggi di beberapa negara seperti Inggris Raya. Pasar robo-advisory diproyeksikan mengalami pertumbuhan signifikan, mencapai USD 470,91 miliar pada tahun 2029.

Meskipun AI menawarkan aksesibilitas dan efisiensi biaya dalam analisis investasi, terdapat peringatan penting. AI generik mungkin melewatkan analisis penting dan berpotensi salah mengutip data. Pengguna disarankan untuk menggunakan platform AI yang dilatih khusus untuk menganalisis pasar dan menyusun pertanyaan yang spesifik untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat. Manajemen risiko investasi yang memadai juga sangat penting untuk memitigasi potensi kerugian.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *