Shoesmart.co.id JAKARTA – Langkah visioner Bank Indonesia (BI) dalam menerapkan Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) baru berbasis komitmen penyaluran kredit atau pembiayaan telah disambut hangat oleh perbankan Tanah Air. Kebijakan ini, yang akan mulai berlaku pada 1 Desember 2025, diharapkan mampu memperkuat likuiditas bank dan mendorong pertumbuhan ekonomi melalui distribusi pembiayaan yang lebih produktif dan terarah.
Direktur Utama PT Bank Syariah Indonesia Tbk. (BRIS), Anggoro Eko Cahyo, menegaskan bahwa KLM baru ini akan menjadi katalisator bagi perbankan untuk lebih aktif menyalurkan pembiayaan ke sektor prioritas. “Kebijakan ini akan memperkuat likuiditas bank sehingga bisa lebih produktif dalam menyalurkan pembiayaan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi,” ujar Anggoro kepada Bisnis, Senin (27/10/2025). Ia menambahkan, BSI sendiri telah konsisten menyalurkan pembiayaan ke sektor-sektor krusial seperti pertanian, industri dan hilirisasi, jasa termasuk ekonomi kreatif, perumahan, UMKM, Koperasi Inklusi, serta berbagai inisiatif berkelanjutan. Partisipasi aktif BSI dalam program pemerintah seperti perumahan FLPP, KUR, dan pembiayaan untuk kendaraan listrik menjadi bukti komitmen tersebut. Secara teknis, BSI akan segera mempelajari detail ketentuan KLM untuk memastikan perolehan insentif ini.
Dukungan serupa juga disampaikan oleh PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA). EVP Corporate Communication & Social Responsibility BCA, Hera F. Haryn, menyatakan pihaknya mendukung penuh kebijakan otoritas yang bertujuan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional ini. BCA berkomitmen untuk mencermati insentif tersebut dan berkoordinasi erat dengan otoritas serta regulator, sembari menantikan terbitnya peraturan teknis yang lebih rinci. Ini menunjukkan pendekatan yang hati-hati namun proaktif dari salah satu bank terbesar di Indonesia.
Sementara itu, PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. (BBTN) mengapresiasi skema KLM baru ini sebagai langkah positif untuk memperkuat transmisi kebijakan moneter dan memacu penyaluran kredit. Namun, Corporate Secretary BTN, Ramon Armando, mengingatkan bahwa efektivitas kebijakan akan sangat bergantung pada pemulihan daya beli dan permintaan riil yang saat ini masih perlu penguatan. Meskipun likuiditas BTN telah terbantu dengan tambahan Dana Pihak Ketiga (DPK) Rp25 triliun dari pemerintah pusat, Ramon menegaskan bahwa insentif KLM tetap vital untuk mendorong ekspansi ke sektor prioritas. Bagi BTN, fokus utama adalah ekosistem perumahan, termasuk KPR subsidi dan non-subsidi, konstruksi, serta UMKM pendukung, yang diyakini memiliki dampak berganda yang signifikan bagi perekonomian.
Dari perspektif global, CEO Citi Indonesia, Batara Sianturi, mengungkapkan harapannya agar insentif ini dapat meningkatkan elastisitas antara BI Rate dan suku bunga kredit. Saat ini, elastisitas tersebut baru sekitar 30%, sehingga peningkatan diharapkan dapat mengoptimalkan penyaluran kredit secara keseluruhan. “Mudah-mudahan dengan insentif dari Bank Indonesia ini elastisitas suku bunga kredit kepada BI rate itu akan tercapai juga seperti yang diharapkan,” kata Batara dalam forum Citi Data Centre Day 2025.
Secara lebih mendalam, mulai 1 Desember 2025, otoritas moneter akan mengimplementasikan KLM yang diperkuat. Kebijakan ini berorientasi ke depan dan berbasis kinerja, menawarkan insentif kepada bank yang menunjukkan komitmen kuat dalam dua saluran utama. Pertama, melalui lending channel, yakni penyaluran kredit/pembiayaan kepada sektor tertentu yang telah ditetapkan. Kedua, melalui interest rate channel, di mana bank menetapkan suku bunga kredit/pembiayaan yang selaras dengan arah kebijakan suku bunga Bank Indonesia.
Rincian bentuk insentif KLM menunjukkan fokus yang jelas. Sektor-sektor yang menjadi target lending channel meliputi pertanian, industri dan hilirisasi; jasa, termasuk sektor kreatif; konstruksi, real estate, dan perumahan; serta UMKM, koperasi, inklusi, dan inisiatif berkelanjutan. Bank dapat memperoleh insentif dari lending channel paling tinggi sebesar 5% dari Dana Pihak Ketiga (DPK), dan dari interest rate channel paling tinggi sebesar 0,5% dari DPK. Dengan demikian, total insentif yang dapat diterima bank mencapai maksimal 5,5% dari DPK.
Perhitungan besaran insentif lending channel tidak hanya didasarkan pada komitmen, tetapi juga memperhitungkan faktor penyesuaian atas realisasi pertumbuhan kredit/pembiayaan dibandingkan dengan komitmen periode sebelumnya. Sementara itu, pengukuran insentif suku bunga kredit/pembiayaan pada interest rate channel akan didasarkan pada kecepatan perbankan dalam menyesuaikan suku bunga kredit/pembiayaan baru terhadap suku bunga kebijakan BI. Ini menunjukkan mekanisme yang komprehensif untuk memastikan efektivitas kebijakan dalam mencapai tujuannya.