Shoesmart.co.id, JAKARTA — Bursa saham Amerika Serikat menunjukkan kinerja positif pada Rabu (5/11/2025) waktu setempat, ditutup menguat signifikan. Pendorong utamanya adalah serangkaian laporan keuangan perusahaan yang cemerlang serta data ekonomi yang solid, yang berhasil meredakan kekhawatiran seputar valuasi tinggi pada saham-saham teknologi yang sempat mencuat.
Melansir Reuters pada Kamis (6/11/2025), indeks-indeks utama di Wall Street berhasil bangkit. Indeks Dow Jones Industrial Average melonjak 267,14 poin atau 0,57% menuju level 47.352,38. Tak ketinggalan, Indeks S&P 500 menguat 51,67 poin atau 0,77% dan bertengger di posisi 6.823,47. Sementara itu, Nasdaq Composite, yang didominasi saham teknologi, memimpin penguatan dengan melesat 266,72 poin atau 1,14% ke level 23.615,36.
Penguatan pasar pada hari itu juga tercermin dari breadth pasar yang positif di bursa Nasdaq, di mana 2.925 saham menguat berbanding 1.634 saham yang melemah, menghasilkan rasio kenaikan terhadap penurunan mencapai 1,79 banding 1. Secara spesifik, Indeks S&P 500 mencatat 24 saham mencapai level tertinggi dalam 52 minggu terakhir, sedangkan Nasdaq Composite menambah 66 saham baru di posisi tertinggi dan 153 saham di level terendah dalam periode yang sama.
Kenaikan ini didukung oleh reli luas di berbagai sektor, dengan saham teknologi dan kecerdasan buatan (AI) kembali mengambil peran kepemimpinan dalam pergerakan pasar. Sektor-sektor ini, khususnya saham AI, telah menjadi motor utama yang mendorong bursa Amerika Serikat (AS) mencetak rekor tertinggi baru dalam beberapa bulan terakhir, meskipun di sisi lain juga memicu kekhawatiran akan valuasi yang terlalu mahal di kalangan investor.
Sebelumnya, beberapa eksekutif Wall Street sempat mengeluarkan peringatan terkait potensi penurunan pasar. Kekhawatiran ini terealisasi saat indeks S&P 500 dan Nasdaq mencatat penurunan harian terbesar sejak 10 Oktober 2025 pada Selasa (4/11/2025) lalu. Namun, sejumlah investor justru melihat koreksi tersebut sebagai aksi ambil untung yang sehat dan kesempatan untuk kembali masuk ke pasar.
Baca Juga: Saham Teknologi Jatuh, Wall Street Terseret Aksi Jual Investor
Oliver Pursche, Senior Vice President di Wealthspire Advisors, mengemukakan pandangannya bahwa kekhawatiran terhadap valuasi pasar yang tinggi sangatlah beralasan. Menurutnya, koreksi jangka pendek sebesar 10% hingga 15% bisa terjadi kapan saja. “Namun, banyak investor kini beranggapan bahwa jika terjadi penurunan, itu akan berlangsung singkat dan pasar akan segera pulih kembali—jadi mereka memilih untuk buy the dip,” tambahnya, menggambarkan optimisme yang mendasari strategi investor.
Baca Juga: Arah Bursa Saham Amerika Wall Street Pekan Ini, Investor Bersiap Hadapi Laporan Keuangan
Selain sentimen pasar, beberapa isu makroekonomi turut menjadi perhatian investor. Mahkamah Agung AS kini menyoroti legalitas tarif impor Presiden Donald Trump, sebuah langkah yang berpotensi memiliki implikasi ekonomi besar dan menguji batas kewenangan eksekutif. Di ranah perdagangan internasional, China telah menyatakan akan mencabut sebagian tarif balasan terhadap impor AS, meski demikian, bea masuk 10% yang diberlakukan sejak “Liberation Day” pada 2 April 2025 tetap dipertahankan. Khususnya, impor kedelai AS masih akan dikenai tarif sebesar 13%.
Dari sisi data ekonomi, Laporan ADP National Employment Report menunjukkan adanya peningkatan jumlah tenaga kerja sektor swasta sebanyak 42.000 pada Oktober. Kendati demikian, pasar tenaga kerja masih memperlihatkan tanda-tanda pelemahan karena beberapa sektor terus melakukan pemangkasan pekerjaan. Laporan terpisah lainnya mengungkapkan bahwa sektor jasa AS masih menunjukkan pertumbuhan, meskipun harus menghadapi tantangan biaya input tertinggi dalam hampir tiga tahun terakhir.
Situasi politik juga ikut mewarnai dinamika ekonomi. Kebuntuan di Kongres telah menyebabkan penutupan pemerintahan (government shutdown) terpanjang dalam sejarah AS. Kondisi ini memaksa para investor dan Federal Reserve untuk lebih bergantung pada indikator dari sektor swasta guna menilai kondisi perekonomian secara menyeluruh.
Musim laporan keuangan kuartal III kini mendekati tahap akhir, dan hasilnya cukup memuaskan. Dari 379 perusahaan S&P 500 yang telah merilis laporan, sekitar 83% di antaranya berhasil melampaui ekspektasi analis, sebagaimana diungkapkan oleh data LSEG. Dengan performa yang impresif ini, analis kini merevisi perkiraan pertumbuhan laba gabungan S&P 500 menjadi 16,2% secara tahunan, angka ini lebih dari dua kali lipat proyeksi awal yang hanya sebesar 8% pada awal kuartal.
“Tak ada satu pun analis pada akhir Maret atau awal April, ketika tarif baru diberlakukan dan aksi jual mulai terjadi, yang memperkirakan S&P akan mencatatkan pengembalian dua digit pada akhir tahun,” pungkas Oliver Pursche, menyoroti betapa tak terduganya kekuatan pasar dalam menghadapi berbagai tantangan awal tahun.