NEW YORK – Pasar saham Wall Street menunjukkan pergerakan yang bervariasi pada perdagangan Senin (3/11/2025) waktu setempat. Indeks S&P 500 dan Nasdaq berhasil ditutup menguat, terdorong oleh optimisme dari kesepakatan besar di sektor kecerdasan buatan (AI). Namun, sentimen positif ini diimbangi oleh ketidakpastian seputar arah kebijakan moneter Federal Reserve (The Fed), terutama karena terbatasnya rilis data ekonomi resmi Amerika Serikat (AS) akibat penutupan sebagian pemerintahan.
Pada penutupan perdagangan, indeks Dow Jones Industrial Average mencatat penurunan sebesar 226,19 poin atau 0,48%, berada di level 47.336,68. Kontras, S&P 500 naik tipis 11,77 poin atau 0,17% menjadi 6.851,97, sementara Nasdaq Composite memimpin penguatan dengan kenaikan 109,77 poin atau 0,46%, mencapai level 23.834,72.
Di antara 11 sektor utama dalam S&P 500, sektor konsumsi non-esensial menjadi yang paling menonjol dengan kenaikan signifikan, sedangkan sektor material mengalami pelemahan terdalam. Penguatan Nasdaq secara khusus didukung oleh kinerja cemerlang saham-saham teknologi dan perusahaan yang terkait dengan inovasi.
Namun, tidak semua sektor bergerak positif. Pelemahan di sektor kesehatan, dengan saham UnitedHealth Group anjlok 2,3% dan Merck merosot 4,1%, menjadi faktor penahan laju Dow Jones hingga berakhir di zona merah. Di tengah dinamika pasar ini, berita mengenai kecerdasan buatan (AI) menjadi sorotan utama. Amazon mengumumkan kesepakatan strategis senilai US$ 38 miliar dengan OpenAI, pengembang ChatGPT. Kemitraan ini akan memungkinkan OpenAI untuk mengoperasikan dan memperluas layanannya menggunakan infrastruktur komputasi awan Amazon Web Services (AWS), yang sontak membuat saham Amazon melonjak 4%. Selain itu, Nvidia juga mencatatkan kenaikan 2,2% setelah Presiden AS, Donald Trump, menegaskan bahwa chip AI tercanggih dari perusahaan tersebut akan secara eksklusif digunakan untuk perusahaan AS dan tidak akan diekspor ke China atau negara lain.
Sentimen positif pasar juga diperkuat oleh rilis Gedung Putih mengenai rincian kesepakatan antara Presiden Trump dan Presiden China Xi Jinping. Kesepakatan ini bertujuan meredakan ketegangan dagang yang telah lama membebani hubungan antara dua ekonomi terbesar di dunia.
Ross Mayfield, analis strategi investasi di Baird, Louisville, Kentucky, mengomentari pergerakan pasar. Menurutnya, “Kesepakatan Amazon dan berita merger lainnya telah mendorong pasar, ditambah kabar positif dari hubungan dagang AS-China serta pernyataan dovish dari pejabat The Fed.” Ia menambahkan, “Namun, pasar masih sangat dipimpin oleh saham-saham teknologi besar dan semikonduktor, seperti yang terjadi sepanjang pasar bullish ini.” Komentar ini menegaskan dominasi sektor teknologi dalam mempengaruhi arah pasar secara keseluruhan.
Di ranah korporasi, saham Kimberly-Clark anjlok signifikan 14,6% menyusul pengumuman rencana akuisisinya terhadap Kenvue, produsen Tylenol, senilai lebih dari US$ 40 miliar. Berlawanan arah, saham Kenvue justru melonjak 12,3% menanggapi kabar tersebut.
Minimnya rilis data ekonomi resmi akibat penutupan sebagian pemerintahan AS memaksa investor untuk lebih mengandalkan survei independen. Laporan dari Institute for Supply Management (ISM) dan S&P Global mengindikasikan bahwa sektor manufaktur AS masih bergulat dengan ketidakpastian yang disebabkan oleh kebijakan tarif Presiden Trump. Isu legalitas tarif ini bahkan dijadwalkan akan dibahas oleh Mahkamah Agung AS pada hari Rabu mendatang.
Setelah pemangkasan suku bunga yang telah diperkirakan pada pekan sebelumnya, arah kebijakan The Fed selanjutnya menjadi semakin tidak menentu. Keterbatasan indikator ekonomi acuan memperkeruh prospek ini. Investor kini menanti laporan ketenagakerjaan dari ADP yang akan dirilis pada hari Rabu, diharapkan dapat menyajikan gambaran lebih jelas mengenai kondisi pasar tenaga kerja AS. Di tengah spekulasi ini, para pejabat The Fed menunjukkan pandangan yang berbeda. Gubernur The Fed Stephen Miran menyatakan dukungan untuk pemangkasan suku bunga lanjutan, sementara Presiden The Fed Chicago Austan Goolsbee berpendapat bahwa langkah tersebut berisiko jika inflasi masih jauh di atas target 2%.
Sementara itu, musim laporan keuangan kuartal III telah mencapai puncaknya. Lebih dari 300 perusahaan yang tergabung dalam indeks S&P 500 telah mempublikasikan hasilnya, dengan data dari LSEG menunjukkan bahwa sekitar 83% di antaranya berhasil mencatatkan laba di atas ekspektasi analis, memberikan secercah optimisme di tengah ketidakpastian makroekonomi.
Melihat kondisi pasar secara keseluruhan, di Bursa New York, jumlah saham yang mengalami penurunan lebih banyak dibandingkan yang menguat, dengan rasio 1,34 banding 1. Sebanyak 202 saham berhasil mencetak harga tertinggi baru, sementara 142 saham mencapai titik terendah baru. Di Nasdaq, dinamikanya serupa, dengan 1.799 saham menguat berbanding 2.887 saham melemah, menghasilkan rasio penurunan terhadap kenaikan sebesar 1,6 banding 1. Lebih lanjut, S&P 500 mencatat 16 saham mencapai harga tertinggi baru dan 32 terendah baru, sedangkan Nasdaq membukukan 74 saham tertinggi baru dan 181 terendah baru. Volume perdagangan di bursa AS tercatat sebanyak 19,62 miliar saham, angka ini sedikit lebih rendah dibandingkan rata-rata 21,11 miliar saham dalam 20 hari terakhir.