Shoesmart.co.id JAKARTA – Nilai tukar rupiah kembali menunjukkan pelemahan signifikan terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Senin (6/10). Rupiah di pasar spot ditutup merosot 0,12%, mencapai level Rp 16.583 per dolar AS, mencerminkan tekanan dari berbagai sentimen global.
Pelemahan ini, menurut Analis Doo Financial Futures, Lukman Leong, dipicu oleh pernyataan hawkish dari para pejabat The Fed, seperti Logan dan Jefferson, yang memperkuat ekspektasi suku bunga tinggi di AS. Lebih lanjut, dolar AS juga menguat tajam menyusul berita pengunduran diri Perdana Menteri Prancis, Sébastien Lecornu. Kejadian ini memicu gelombang ketidakpastian politik di kawasan Eropa, yang secara alami mendorong investor mencari aset aman seperti dolar. Tak hanya itu, koreksi tajam Yen Jepang pasca terpilihnya Sanae Takaichi untuk memimpin LDP turut menyeret turun tidak hanya rupiah, tetapi juga mata uang regional lainnya.
Menyikapi dinamika pasar ini, Chief Economist Mirae Asset Sekuritas Indonesia, Rully Wisnubroto, sebelumnya telah mengantisipasi volatilitas rupiah yang tinggi. Menurutnya, kondisi ini tak terlepas dari tingginya ketidakpastian global yang berkelanjutan. Di sisi lain, kebijakan pemerintah dan Bank Indonesia yang saat ini sangat pro-pertumbuhan, termasuk injeksi likuiditas sebesar Rp 200 triliun serta pemangkasan suku bunga yang agresif, juga menjadi faktor penting yang memengaruhi pergerakan rupiah.
Proyeksi ke depan menunjukkan bahwa volatilitas rupiah diperkirakan akan terus berlanjut pada perdagangan Selasa (7/10). Rully Wisnubroto memproyeksikan pergerakan rupiah akan berada dalam rentang Rp 16.550 – Rp 16.650 per dolar AS. Senada, Lukman Leong juga memperkirakan dolar AS masih berpotensi melanjutkan penguatan, yang pada gilirannya akan kembali menekan pergerakan rupiah dalam kisaran serupa, yakni Rp 16.550 – Rp 16.650 per dolar AS. Meskipun tidak ada data ekonomi penting yang dijadwalkan dari AS, investor domestik akan menantikan rilis data cadangan devisa Indonesia. Data ini diperkirakan menunjukkan peningkatan menjadi US$159 miliar, yang berpotensi memberikan sedikit sentimen positif bagi pasar.