Shoesmart.co.id – JAKARTA. Bursa Efek Indonesia (BEI) kembali mengumumkan penundaan implementasi fasilitas pembiayaan dan pelaksanaan transaksi Short Selling. Keputusan terbaru ini menunda penerapannya hingga tanggal 17 Maret 2026, memperpanjang dari jadwal penundaan sebelumnya yang ditetapkan pada 26 September 2025.
Menanggapi penundaan ini, Pengamat Pasar Modal sekaligus Direktur Avere Investama, Teguh Hidayat, menyatakan bahwa sebenarnya tidak ada dampak signifikan terhadap pasar saham. Menurutnya, hal ini dikarenakan pasar saham Indonesia telah lama tidak menerapkan short selling, bahkan sejak pelarangannya pada tahun 2008. Dengan demikian, hampir 17 tahun transaksi short selling tidak pernah mewarnai dinamika pasar modal tanah air.
Teguh mengenang bahwa short selling turut menjadi salah satu penyebab utama kehancuran pasar saham (crash) pada tahun 2008. Selain dipicu oleh krisis keuangan global, praktik ini dinilai memperparah anjloknya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dari level sekitar 2.700 pada tahun 2007 hingga menyentuh angka 1.400. Kini, dengan IHSG yang telah mencapai level sekitar 8.000, Teguh meyakini salah satu faktor pendorongnya adalah absennya short selling. “Dengan sekarang belum diberlakukan ya harusnya untuk saat ini tidak perlu khawatir pasar saham kita akan turun. Jadi ini sebenarnya bagus,” jelas Teguh kepada Kontan, Kamis (25/9/2025).
Wacana penerapan short selling sebenarnya sudah muncul sejak tahun 2021, namun tak kunjung terealisasi. Teguh berpendapat, hal ini karena short selling berlawanan dengan semangat pasar modal Indonesia yang gencar mendorong perusahaan untuk melantai di bursa (IPO) dan memotivasi investor untuk membeli saham dengan harapan harganya naik. Sebaliknya, “Kalau short selling kan kebalikannya. Orang yang short selling pengen saham turun, IHSG turun,” terang Teguh. Oleh karena itu, jika suatu saat nanti short selling diterapkan, investor patut waspada. Harga saham-saham tertentu berpotensi anjlok signifikan akibat adanya tekanan jual dari pelaku short selling, yang tentunya bisa merugikan investor.
Senada, Ekonom dan Analis Pasar Modal, Ferry Latuhihin, menilai bahwa penerapan short selling saat ini berisiko besar membuat IHSG ambruk, terutama mengingat fundamental ekonomi yang dinilai belum cukup kuat. Ia menyarankan agar pelaksanaan short selling menunggu hingga fundamental ekonomi dan kondisi global membaik. Ferry juga menyoroti bahwa short selling dapat meningkatkan volatilitas pasar karena pada dasarnya pasar digerakkan oleh “rasa takut dan keserakahan” (fear and greed). Ia menambahkan bahwa jika memang harus dilakukan, posisi short sebaiknya tidak lebih dari satu hari.
Direktur Pengembangan Bursa Efek Indonesia, Jeffrey Hendrik, menjelaskan bahwa keputusan penundaan ini diambil berdasarkan beberapa pertimbangan strategis. Salah satunya adalah kondisi global yang masih diliputi ketidakpastian, yang berpotensi berdampak pada pasar saham. Selain itu, beberapa anggota bursa (AB) yang telah mengajukan izin short selling masih dalam tahap persiapan. Saat ini, baru PT Ajaib Sekuritas Asia dan PT Semesta Indovest yang telah mengantongi izin pembiayaan short selling.
Jeffrey berharap, dengan menanti kondisi pasar global yang lebih stabil dan jumlah anggota bursa yang mengantongi izin short selling yang lebih banyak, implementasi fasilitas ini dapat berjalan dengan lebih efektif dan memberikan dampak positif yang maksimal bagi pasar modal Indonesia. Pernyataan ini disampaikan kepada Kontan, Rabu (24/9/2025), menegaskan komitmen BEI untuk menjaga stabilitas dan efisiensi pasar.
Ringkasan
Bursa Efek Indonesia (BEI) kembali menunda implementasi fasilitas short selling hingga 17 Maret 2026. Penundaan ini dinilai oleh pengamat pasar modal tidak akan berdampak signifikan karena praktik ini sudah lama tidak diterapkan di pasar saham Indonesia, bahkan sejak pelarangan pada tahun 2008. Salah satu alasan penundaan adalah kekhawatiran bahwa short selling dapat memicu volatilitas pasar dan berpotensi membuat IHSG ambruk, terutama dengan fundamental ekonomi yang belum kuat.
BEI menunda implementasi fasilitas ini karena kondisi global yang belum stabil dan persiapan anggota bursa yang belum memadai. Baru dua perusahaan sekuritas yang telah mengantongi izin pembiayaan short selling. Diharapkan, penundaan ini memberi waktu untuk mempersiapkan pasar agar implementasi short selling dapat berjalan efektif dan memberikan dampak positif bagi pasar modal Indonesia.