Shoesmart.co.id JAKARTA. PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) memproyeksikan aktivitas penerbitan obligasi korporasi akan tetap semarak hingga akhir tahun 2026. Meskipun demikian, pasar surat utang korporasi dihadapkan pada serangkaian tantangan yang patut dicermati.
Chief Economist Pefindo, Suhindarto, menjelaskan bahwa ketidakpastian kebijakan ekonomi global masih menjadi bayang-bayang utama bagi prospek surat utang korporasi. Terutama, gejolak akibat perang dagang serta kelanjutan pemangkasan suku bunga di luar negeri yang cenderung lebih lambat dari ekspektasi awal, turut mempengaruhi dinamika pasar.
Menurut Suhindarto, kebijakan anggaran di Amerika Serikat (AS) juga berpotensi memicu fluktuasi nilai tukar mata uang dan yield. Meskipun sentimen gencatan senjata di Timur Tengah sedikit mereda, pasar global tetap diwarnai oleh persaingan strategis antara AS dan Tiongkok, serta konflik geopolitik antara Rusia dan Ukraina, yang secara kolektif menciptakan lanskap investasi yang kompleks.
Dari ranah domestik, Suhindarto menyoroti prospek defisit fiskal 2025 yang diperkirakan melebar sebagai sebuah tantangan. Awalnya, defisit anggaran diproyeksikan sekitar Rp 616,2 triliun atau setara 2,53% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Namun, berdasarkan perkembangan terbaru pemerintah, angka tersebut diproyeksikan membesar menjadi Rp 662 triliun atau 2,78% dari PDB.
Pembesaran defisit ini berpotensi meningkatkan persaingan ketat dalam pencarian dana, sekaligus menekan penurunan yield benchmark. Hal ini karena pemerintah perlu menerbitkan lebih banyak surat utang untuk menutup defisit anggaran yang semakin membesar, sehingga dapat mempengaruhi ketersediaan dana di pasar.
Selain itu, tantangan lain juga meliputi likuiditas lembaga keuangan yang masih relatif longgar. Pasca injeksi dana Saldo Anggaran Lebih (SAL) pemerintah kepada perbankan, rasio Loan to Deposit Ratio (LDR) bank mengalami penurunan. Sementara itu, Suhindarto mencermati sektor multifinance memiliki rasio Financing to Asset Ratio (FAR) yang relatif lebih stabil. Kondisi ini berpotensi menekan kebutuhan penggalangan dana di pasar surat utang bagi industri keuangan.
Terakhir, Suhindarto melihat substitusi pasar saham sebagai tantangan signifikan bagi pasar surat utang. Perusahaan-perusahaan kini semakin melirik pasar ekuitas sebagai sumber penggalangan dana, seiring dengan prospek kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang cenderung menguat. Fenomena ini, kata Suhindarto, dapat mengurangi minat korporasi untuk menerbitkan surat utang dan beralih ke instrumen ekuitas.
Ringkasan
Pefindo memproyeksikan penerbitan obligasi korporasi tetap aktif hingga 2026, namun pasar surat utang menghadapi tantangan seperti ketidakpastian kebijakan ekonomi global, termasuk dampak perang dagang dan fluktuasi suku bunga. Defisit fiskal Indonesia yang diperkirakan melebar juga dapat meningkatkan persaingan dalam pencarian dana dan menekan penurunan yield benchmark.
Tantangan lain berasal dari likuiditas lembaga keuangan yang masih longgar pasca injeksi dana pemerintah, serta substitusi pasar saham yang semakin menarik bagi korporasi. Perusahaan kini lebih melirik pasar ekuitas karena prospek IHSG yang menguat, sehingga berpotensi mengurangi minat untuk menerbitkan surat utang.