Pertumbuhan Ekonomi RI Masih Ditopang Utang, Begini Rekomendasi JP Morgan

Shoesmart.co.id JAKARTA – JP Morgan, salah satu lembaga keuangan global terkemuka, secara aktif menyarankan pemerintah Indonesia untuk mendorong peran perusahaan dana pensiun, baik swasta maupun negeri, serta Sovereign Wealth Fund (SWF), agar menjadi market maker yang lebih dominan di pasar saham Indonesia. Rekomendasi strategis ini diharapkan dapat memperkuat fundamental pasar modal domestik.

Gioshia Ralie, CEO & Senior Country Officer JP Morgan Indonesia, mengungkapkan bahwa usulan ini telah disampaikan langsung kepada pihak pemerintah. Dasar pemikiran di balik saran ini adalah berkaca pada praktik terbaik dari bursa-bursa saham di negara lain yang telah berhasil mengintegrasikan dana pensiun secara lebih mendalam ke dalam ekosistem pasarnya.

Sebagai ilustrasi, Gioshia mencontohkan Employee Provident Fund (EPF) asal Malaysia. Dana pensiun tersebut mengalokasikan porsi signifikan, yakni 42% dari total dana kelolaan atau Asset Under Management (AUM) sebesar US$300 miliar, untuk diinvestasikan di bursa saham Malaysia. Angka ini menunjukkan potensi besar yang masih bisa digali di Indonesia.

Dana pensiun harus menjadi market maker di Bursa saham, melakukan buy dan sell layaknya trader. Ini diharapkan dapat menumbuhkan kepercayaan investor domestik dan investor asing,” tegas Gioshia dalam pernyataannya pada Kamis (4/9) lalu. Peran aktif ini diyakini mampu meningkatkan likuiditas dan stabilitas pasar.

Jika dibandingkan, porsi investasi saham dari dana pensiun di Indonesia masih terbilang kecil. Misalnya, BPJS Ketenagakerjaan per Juni 2025 tercatat memiliki total dana kelolaan Rp 837,26 triliun. Namun, alokasi untuk saham hanya sebesar Rp 61,71 triliun, yang merepresentasikan sekitar 7,37% dari total AUM mereka.

Porsi 7,37% ini jelas mengindikasikan bahwa BPJS Ketenagakerjaan masih memiliki ruang yang substansial untuk meningkatkan investasinya di pasar saham. Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2013, BPJS Ketenagakerjaan diizinkan untuk menginvestasikan dana dalam bentuk saham di Bursa Efek Indonesia hingga maksimal 5% untuk setiap emiten, dan secara keseluruhan tidak melebihi 50% dari total jumlah investasi mereka.

Menurut Gioshia, langkah ini sangat penting sebagai strategi pendalaman pasar. Ia menjelaskan bahwa selama satu dekade terakhir, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih sangat bergantung pada utang. Oleh karena itu, diperlukan mesin pertumbuhan baru yang lebih mandiri dan berkelanjutan.

“Dalam 10 tahun terakhir, pertumbuhan Indonesia didorong oleh utang. Saat ini utang pemerintah dan korporasi sudah tinggi. Sudah seharusnya sumber pertumbuhan berasal dari ekuitas,” pungkasnya. Pergeseran fokus ini diharapkan dapat mendorong stabilitas ekonomi jangka panjang dan keberlanjutan pembangunan negara.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *