Shoesmart.co.id JAKARTA. Nama Garibaldi Thohir, atau yang akrab disapa Boy Thohir, kembali menjadi sorotan publik seiring dengan euforia penawaran umum perdana (IPO) PT Merdeka Gold Resources Tbk (EMAS). Sebagai sosok yang terafiliasi kuat dengan berbagai emiten di Bursa Efek Indonesia (BEI), baik sebagai pemegang saham, pengendali, maupun petinggi perusahaan, menariknya adalah kinerja keuangan emiten-emiten yang terkait dengannya justru menunjukkan hasil yang kurang memuaskan sepanjang tahun 2025.
PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA), yang merupakan induk usaha EMAS, mencatatkan penurunan pendapatan sebesar 7,18% year on year (yoy) menjadi US$ 502,17 juta pada kuartal I-2025. Perusahaan ini masih membukukan kerugian bersih sebesar US$ 3,74 juta, meskipun jumlah kerugiannya berhasil ditekan hingga 75,44% yoy. Kondisi serupa juga dialami oleh anak usaha MDKA, PT Merdeka Battery Materials Tbk (MBMA), dengan penurunan pendapatan 17,58% yoy menjadi US$ 366,11 juta dan rugi bersih US$ 3,46 juta.
Imbas IPO Merdeka Gold Resources (EMAS) Berbuah Manis Bagi MDKA
Berbanding terbalik dengan laporan kinerja keuangan yang tertekan, harga saham kedua emiten ini justru menunjukkan performa yang cemerlang. Saham MDKA melonjak signifikan 57,99% year to date (ytd) mencapai Rp 2.520 per saham, sementara MBMA turut menguat 11,35% ytd menjadi Rp 510 per saham hingga Senin (22/9). Fenomena ini menciptakan paradoks menarik di pasar modal.
MDKA Chart by TradingView
Kondisi yang kontras terlihat jelas pada Grup Alamtri, emiten lain yang juga terafiliasi dengan Boy Thohir. PT Alamtri Resources Indonesia Tbk (ADRO) mengalami penurunan pendapatan sebesar 18,60% yoy menjadi US$ 857,69 juta pada semester I-2025, dengan laba bersih yang anjlok drastis 77,54% yoy ke US$ 174,94 juta. Demikian pula, PT Alamtri Minerals Indonesia Tbk (ADMR) mencatat penurunan pendapatan 26,87% yoy dan laba bersih yang merosot 43,52% yoy menjadi US$ 140,49 juta. Tidak ketinggalan, PT Adaro Andalan Indonesia Tbk (AADI) juga melaporkan penurunan pendapatan 9,77% yoy menjadi US$ 2,40 miliar, dengan laba bersih yang jatuh 50,09% yoy ke US$ 428,68 juta.
Masa Penawaran Umum IPO Merdeka Gold Resources (EMAS) Berakhir, Bisa Oversubscribe?
Performa suram ini sejalan dengan kinerja saham Grup Alamtri di pasar. Harga saham ADRO terkoreksi 34,39% ytd ke Rp 1.660 per saham, sementara ADMR dan AADI juga melemah masing-masing 14,59% dan 13,98% ytd. Nasib serupa dialami PT ESSA Industries Indonesia Tbk (ESSA) yang membukukan penurunan pendapatan 9% yoy menjadi US$ 138 juta dan laba bersih terkikis 28% yoy menjadi US$ 15 juta pada semester I-2025. Harga saham ESSA juga longsor 23,64% ytd ke Rp 630 per saham.
Analis Pilarmas Investindo Sekuritas, Arinda Izzaty, mengidentifikasi dua faktor utama di balik pelemahan kinerja emiten-emiten tersebut: pertama, penurunan harga komoditas global, khususnya nikel dan batubara, serta kedua, adanya beban internal akibat fase ekspansi. “Artinya, kinerja yang tertekan bukan hanya akibat harga komoditas, tetapi juga karena fase transisi investasi yang menekan laba jangka pendek,” jelas Arinda, Senin (22/9).
Merdeka Gold Resources (EMAS) Siap IPO, Cermati Saran Analis
Melengkapi analisis tersebut, Investment Analyst Infovesta Utama, Ekky Topan, menegaskan bahwa pelemahan kinerja ini tidak mencerminkan masalah struktural yang mendalam. Menurutnya, mayoritas emiten Boy Thohir sedang berada dalam fase transformasi besar, seperti pembangunan smelter nikel oleh MBMA, pengembangan proyek emas Pani oleh MDKA dan EMAS, serta langkah diversifikasi Grup Alamtri ke sektor energi terbarukan. “Di sisi lain, secara jangka pendek memang masih ada tekanan margin,” imbuh Ekky.
Kedua analis sepakat bahwa risiko terbesar bagi emiten-emiten ini tetap berasal dari fluktuasi harga komoditas, kebutuhan pendanaan proyek yang masif, potensi keterlambatan konstruksi, serta dinamika tren transisi energi global. Namun, mereka juga menyoroti bahwa strategi hilirisasi dan diversifikasi yang sedang dijalankan dapat memperkuat fundamental jangka panjang perusahaan-perusahaan tersebut.
Meskipun kinerja keuangan Grup Merdeka tertekan, reli saham MDKA dan MBMA mengindikasikan optimisme pasar terhadap prospek masa depan mereka. “Reli saham MDKA yang sudah naik lebih dari 50% kemungkinan besar dipengaruhi oleh ekspektasi investor terhadap proyek emas Pani dan optimisme atas aset baru yang mendekati masa produksi,” papar Ekky. Ini menunjukkan bahwa pasar lebih fokus pada potensi pertumbuhan ke depan daripada performa historis jangka pendek.
Sebaliknya, pelemahan saham Grup Alamtri dan ESSA dianggap sejalan dengan tekanan jangka pendek pada harga komoditas batubara dan amonia. “Investor cenderung menaruh minat lebih tinggi pada Grup Merdeka karena memiliki narasi pertumbuhan lebih menjanjikan dibandingkan Grup Alamtri maupun ESSA,” terang Arinda, menjelaskan perbedaan sentimen pasar terhadap dua grup emiten terafiliasi Boy Thohir ini.
ESSA Chart by TradingView
Untuk prospek ke depan, Arinda memperkirakan saham MDKA berpotensi mencapai Rp 2.640 per saham dan MBMA di Rp 540 per saham. Lebih jauh, Ekky menambahkan bahwa target jangka menengah untuk saham MDKA berada di kisaran Rp 3.000–Rp 3.300 per saham, sementara MBMA ditargetkan di rentang Rp 600–Rp 700 per saham. Saham ESSA, meskipun masih berada di bawah tekanan akibat harga amonia dan pasokan gas, berpotensi pulih jika kondisi pasokan membaik. Ekky memperkirakan saham ini bisa bergerak menuju Rp 800–Rp 900 per saham, menawarkan harapan bagi investor di tengah tantangan yang ada.