Shoesmart.co.id , JAKARTA — Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tengah menunjukkan performa gemilang, perlahan namun pasti menembus batas-batas historisnya dan bergerak mendekati level psikologis 8.000. Namun, di balik euforia kenaikan ini, terdapat peringatan akan potensi koreksi yang membayangi indeks komposit.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), pada perdagangan hari ini, IHSG berhasil menguat signifikan sebesar 0,49% atau setara 38,34 poin, menempatkan posisinya di level 7.931,25. Sepanjang sesi, indeks komposit bergerak dinamis antara level 7.905,54 dan bahkan sempat menyentuh puncaknya di 7.973,98. Capaian impresif ini secara resmi telah melampaui level resistance tertinggi sepanjang masa IHSG sebelumnya, yakni 7.910 yang tercatat pada 19 September 2024.
Menanggapi geliat pasar ini, Managing Director Research & Digital Production Samuel Sekuritas Indonesia, Harry Su, mengungkapkan bahwa lonjakan IHSG menuju level 8.000 ini lebih banyak didorong oleh pergerakan saham–saham yang bersifat liquidity driven, ketimbang dukungan fundamental yang kuat. Di tengah optimisme pasar, BEI bahkan menyebut pencapaian IHSG mendekati 8.000 ini sebagai “kado” istimewa jelang perayaan Hari Ulang Tahun ke-80 Republik Indonesia.
Sebagai informasi, saham liquidity driven adalah jenis saham yang pergerakan harganya cenderung lebih responsif terhadap arus dana di pasar daripada kinerja laba atau prospek bisnis emiten secara fundamental. Kondisi ini perlu dicermati oleh para investor.
Harry Su menambahkan, meskipun IHSG mencatat kenaikan solid sebesar 8% secara bulanan (Month on Month/MoM), laporan keuangan emiten pada kuartal II/2025 justru menunjukkan gambaran yang kurang menggembirakan. Sebanyak 40% saham emiten tercatat meleset dari ekspektasi pasar, dan laba bersih agregat secara keseluruhan mengalami penurunan sebesar 5,9% secara tahunan.
“Kami melihat ada risiko koreksi dan aksi ambil untung dalam waktu dekat yang cukup tinggi, karena kenaikan tidak diikuti oleh perbaikan fundamental,” tegas Harry saat dihubungi Bisnis, Kamis (14/8/2025). Ia juga menyoroti fakta bahwa meskipun investor asing melakukan aksi beli bersih (net buy) selama tiga hari terakhir, reli indeks komposit sejak bulan lalu justru lebih banyak digerakkan oleh lonjakan partisipasi investor ritel.
“Kepemilikan institusi asing justru menurun. Ini menunjukkan aliran dana asing belum cukup kuat untuk menopang reli secara berkelanjutan,” jelasnya lebih lanjut, mengindikasikan bahwa dukungan dari institusi asing belum solid untuk keberlanjutan tren positif IHSG.
Menurut Harry, laporan keuangan kuartal II/2025 dapat menjadi pengingat penting bahwa pemulihan ekonomi sejauh ini belum terjadi secara merata di seluruh sektor. Oleh karena itu, jika tren pelemahan ini berlanjut hingga kuartal berikutnya, ekspektasi pasar berisiko direvisi turun, yang dapat memicu tekanan pada IHSG.
“Walaupun sentimen global sempat membaik berkat meredanya tensi perdagangan AS, risiko geopolitik serta perlambatan ekonomi global tetap menjadi latar belakang yang perlu diantisipasi oleh investor,” tutup Harry, mengingatkan bahwa faktor eksternal juga tetap menjadi variabel penting dalam menentukan arah pasar modal ke depan.
Disclaimer: Berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab atas kerugian atau keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.
Ringkasan
IHSG menunjukkan performa positif dengan mencapai level 7.931,25, melampaui rekor tertinggi sebelumnya. Kenaikan ini didorong oleh saham-saham yang liquidity driven, namun Managing Director Samuel Sekuritas Indonesia, Harry Su, mengingatkan potensi koreksi karena tidak didukung fundamental yang kuat. Laporan keuangan emiten kuartal II/2025 menunjukkan hasil yang kurang menggembirakan, dengan 40% saham meleset dari ekspektasi pasar.
Harry Su menekankan risiko aksi ambil untung dalam waktu dekat karena kenaikan IHSG tidak sejalan dengan perbaikan fundamental. Partisipasi investor ritel lebih dominan daripada investor asing, dan laporan keuangan kuartal II/2025 menunjukkan pemulihan ekonomi belum merata. Faktor eksternal seperti risiko geopolitik dan perlambatan ekonomi global juga perlu diantisipasi oleh investor.