Di tengah dinamika global yang terus berkembang, ekonomi global secara mengejutkan menunjukkan ketahanan yang luar biasa, melampaui perkiraan awal. Penguatan semangat multilateralisme menjadi pilar utama dalam menjaga stabilitas ekonomi, didukung oleh kebijakan yang kredibel, lonjakan investasi dan perdagangan menjelang penyesuaian tarif, serta dampak ketidakpastian perdagangan yang ternyata lebih terbatas dari estimasi sebelumnya. Situasi positif ini menjadi sorotan dalam Pertemuan Tahunan International Monetary Fund (IMF) dan Bank Dunia yang berlangsung pada 13-18 Oktober 2025 di Washington D.C., Amerika Serikat.
Meskipun demikian, prospek ekonomi global masih diselimuti sejumlah bayang-bayang risiko. Tantangan signifikan meliputi potensi proteksionisme yang meningkat, ketimpangan di pasar kerja, meluasnya peran institusi keuangan non-bank, serta ketidakpastian yang masih menyelimuti dampak Artificial Intelligence terhadap produktivitas global. Kompleksitas situasi ini menegaskan urgensi respons kebijakan internasional yang tidak hanya adaptif tetapi juga kolaboratif dan terkoordinasi.
Menyikapi lanskap global ini, Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo, yang mewakili negara-negara di kawasan, memaparkan tiga langkah kebijakan strategis yang ditempuh Indonesia. Langkah-langkah ini bertujuan untuk menjaga resiliensi ekonomi nasional seraya memastikan inflasi tetap berada dalam sasaran yang ditetapkan. Indonesia secara konsisten berupaya menjadi contoh keberhasilan dalam menghadapi tantangan ekonomi global.
Adapun tiga pilar kebijakan utama Indonesia tersebut meliputi: pertama, implementasi bauran kebijakan yang harmonis dan selaras antara kebijakan moneter, fiskal, dan stabilitas keuangan. Kedua, reformasi struktural berkelanjutan yang dirancang untuk memperkuat pertumbuhan ekonomi melalui hilirisasi sumber daya alam, percepatan digitalisasi, perluasan inklusi keuangan, dan penciptaan lapangan kerja yang berkualitas. Ketiga, penguatan kerja sama perdagangan dan investasi, baik di kawasan ASEAN maupun dengan mitra dagang utama seperti Amerika Serikat, Tiongkok, Jepang, India, dan Eropa. Dengan tegas Perry menyampaikan, “Multilateralisme jauh lebih efektif dibanding unilateralisme dalam mendorong pertumbuhan ekonomi global dan mengatasi ketidakseimbangan,” dalam keterangannya, Minggu (19/10).
Menanggapi dinamika ekonomi global yang berkembang, para Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral G20 menunjukkan komitmen bersama yang kuat. Mereka bertekad untuk memperkokoh kerja sama multilateral dan menerapkan kebijakan yang kredibel demi menjaga stabilitas ekonomi global. Upaya ini diwujudkan melalui dorongan kebijakan fiskal dan moneter yang seimbang, penguatan ketahanan terhadap risiko keuangan, serta kelanjutan reformasi demi pertumbuhan yang berkelanjutan dan inklusif. Secara spesifik, pertemuan juga menyoroti pentingnya memperkuat arsitektur keuangan internasional melalui reformasi lembaga keuangan multilateral (Multilateral Development Banks/MDBs) serta penanganan kerentanan utang. Pertemuan G20 ini diakhiri dengan serah terima Presidensi G20 dari Afrika Selatan kepada Amerika Serikat untuk tahun 2026.
Dalam pertemuan IMF, para Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral mencapai kesepakatan mengenai agenda kebijakan global yang komprehensif. Agenda ini berisi langkah-langkah konkret untuk menjaga stabilitas dan memperkuat resiliensi pertumbuhan di tengah tingkat ketidakpastian yang masih tinggi. Untuk mencapai tujuan tersebut, IMF merekomendasikan empat arah kebijakan utama yang dapat diimplementasikan oleh setiap negara anggota.
Empat arah kebijakan penting yang direkomendasikan IMF adalah: pertama, setiap negara didorong untuk menerapkan pengelolaan keuangan negara jangka menengah yang lebih berhati-hati guna memperkuat ketahanan fiskal tanpa mengorbankan investasi dan belanja sosial. Kedua, bank sentral perlu mempertahankan stabilitas harga dengan tetap menjaga independensi dan transparansi. Ketiga, kebijakan di sektor keuangan harus meningkatkan kewaspadaan terhadap potensi risiko pasar dan keterkaitan antar lembaga keuangan yang kompleks. Keempat, reformasi struktural diarahkan untuk mendorong pertumbuhan berkelanjutan melalui perbaikan iklim usaha, penguatan tata kelola, pemberantasan korupsi, penyederhanaan regulasi, pengembangan pasar modal, serta peningkatan kewirausahaan dan daya saing.
Rangkaian pertemuan IMF tersebut membuahkan Pernyataan Ketua IMFC yang merangkum seluruh pembahasan penting. Pernyataan ini mencakup kondisi terkini ekonomi global, arah kebijakan strategis yang perlu ditempuh, serta perkembangan berbagai isu krusial yang tengah menjadi perhatian utama IMF dalam upaya menjaga stabilitas dan pertumbuhan ekonomi dunia.
Ringkasan
Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, menyampaikan tiga langkah kebijakan strategis Indonesia di forum IMF-Bank Dunia. Langkah ini ditujukan untuk menjaga resiliensi ekonomi nasional dan memastikan inflasi tetap terkendali. Indonesia berupaya menjadi contoh dalam menghadapi tantangan ekonomi global.
Tiga pilar kebijakan tersebut meliputi: harmonisasi kebijakan moneter, fiskal, dan stabilitas keuangan; reformasi struktural berkelanjutan melalui hilirisasi SDA, digitalisasi, dan inklusi keuangan; serta penguatan kerja sama perdagangan dan investasi dengan berbagai negara. Perry menekankan bahwa multilateralisme lebih efektif daripada unilateralisme dalam mendorong pertumbuhan ekonomi global.