Shoesmart.co.id JAKARTA – Firma multinasional terkemuka, Ernst & Young (EY), baru-baru ini merilis laporan yang mengungkapkan dinamika pasar modal global sepanjang semester I/2025. Data menunjukkan bahwa sebanyak 539 perusahaan di seluruh dunia sukses melangsungkan aksi pencatatan saham perdana atau initial public offering (IPO). Dari gelaran ini, modal fantastis sebesar US$61,4 miliar, atau setara dengan Rp1.005,97 triliun, berhasil dihimpun, menandai peningkatan signifikan 17% secara tahunan (year on year/YoY).
Dalam lanskap global, Amerika Serikat berhasil mencuri perhatian dengan 109 aksi IPO, menandai performa semester pertama terkuatnya sejak puncak di tahun 2021. Di saat yang bersamaan, Hong Kong menunjukkan kebangkitan luar biasa dengan merebut kembali posisi teratas dalam bursa IPO global, mencatatkan peningkatan penghimpunan dana hingga tujuh kali lipat dibandingkan periode tahun sebelumnya. Menariknya, jika dilihat dari besaran dana yang terkumpul, Tiongkok mendominasi dengan mengumpulkan sepertiga dari total hasil IPO global, angka ini jauh melampaui gabungan total dana dari seluruh negara di Asia Tenggara.
: Saham Lo Kheng Hong di Atas 5% dan Broker yang Digunakan, Sumbang Kekayaan Rp1,39 Triliun
Bergerak ke kawasan Asia Tenggara, total 48 aksi IPO berhasil dilaksanakan yang menghasilkan dana sebesar US$1,4 miliar. Meskipun terjadi penurunan jumlah transaksi dari 66 IPO pada periode yang sama tahun lalu, nilai dana yang dihimpun tercatat setara. Ini mengindikasikan bahwa meskipun volume transaksi berkurang, IPO yang terjadi melibatkan perusahaan dengan potensi galang dana yang lebih besar.
Secara spesifik di Indonesia, meskipun jumlah perusahaan yang melakukan IPO pada semester I/2025 lebih sedikit, kinerja pasar modal Tanah Air menunjukkan peningkatan signifikan dalam hal pendapatan. Tercatat peningkatan sebesar 70%, dengan total dana yang berhasil dihimpun mencapai US$175,9 juta.
: : Prospek Saham Migas Grup Bakrie (ENGR) dari Samuel Sekuritas Saat Investasi EBT Terhambat
Tinjauan lebih dalam di ASEAN menunjukkan Malaysia sebagai pasar paling aktif selama paruh pertama 2025, dengan 27 IPO yang menghimpun dana US$896 juta. Disusul oleh Indonesia di peringkat kedua dengan 14 IPO dan perolehan dana US$428 juta. Thailand menempati posisi ketiga dengan 5 IPO dan dana US$27 juta. Sementara itu, Filipina dan Singapura masing-masing mencatatkan 1 IPO dengan perolehan dana US$12 juta dan US$5 juta.
Fenomena menarik lainnya adalah pencatatan saham lintas batas negara yang mencapai rekor tertinggi pada semester I/2025. Sebanyak 62% pencatatan di Amerika Serikat (AS) justru dilakukan oleh emiten-emiten asing, menunjukkan daya tarik pasar modal Paman Sam bagi perusahaan global.
: : Saham Emiten Hapsoro (MINA) Lompat Ratusan Persen, Berujung Suspensi BEI
George Chan, Pemimpin Global IPO EY, menyoroti penataan kembali pasar IPO di berbagai wilayah dan sektor sebagai cerminan pergeseran mendalam dalam aliran modal global dan sentimen investor. Ia menekankan bahwa dalam kondisi pasar yang terus melakukan kalibrasi ulang secara real-time, kesiapan IPO yang kuat menjadi krusial. Hal ini memungkinkan perusahaan untuk menavigasi volatilitas jangka pendek sekaligus menyelaraskan strategi IPO mereka dengan tren makro jangka panjang yang berlaku.
Menganalisis pasar IPO Indonesia, George mengamati bahwa pada paruh pertama 2025, pasar mencerminkan tren global dengan sentimen investor yang cenderung berhati-hati. Aktivitas melambat akibat ketegangan geopolitik, ketidakpastian perdagangan, dan transisi kebijakan domestik pasca-pemilihan presiden. Meskipun ada antusiasme tinggi di awal tahun, pelaku pasar menjadi lebih selektif, yang menyebabkan banyak perusahaan menunda rencana listing mereka.
Namun, George juga melihat secercah harapan. IPO yang baru-baru ini terjadi di akhir kuartal kedua, termasuk beberapa penawaran yang mengalami kelebihan permintaan di sektor-sektor strategis seperti infrastruktur, mata uang kripto, dan logistik, membuktikan bahwa di tengah ketidakpastian global saat ini, minat investor tetap kuat. Hal ini berlaku khususnya bagi perusahaan-perusahaan dengan fundamental yang kokoh dan strategi jangka panjang yang jelas.
Melengkapi pandangan tersebut, Joe Lai, Pemimpin EY Indonesia Financial Accounting Advisory Services, menegaskan bahwa pasar IPO pada sisa tahun 2025 menawarkan peluang unik. Peluang ini terbuka bagi perusahaan-perusahaan yang siap menghadapi kondisi saat ini dengan pandangan ke masa depan yang strategis. Ia menyoroti paradoks menarik: meskipun terjadi penurunan jumlah IPO pada paruh pertama 2025 dibandingkan periode yang sama tahun 2024, terdapat peningkatan signifikan dalam total pendapatan, naik sebesar US$175,9 juta atau 70%.
Menurut Joe, paradoks ini secara gamblang menyoroti pergeseran fokus di pasar IPO dari kuantitas menuju kualitas. Oleh karena itu, EY mengantisipasi bahwa investor dan calon kandidat IPO akan terus mengambil pendekatan yang lebih cermat dan berhati-hati, mengingat ketidakpastian kapan volatilitas saat ini akan mereda.