The Fed Pangkas Bunga? Dolar Loyo, Rupiah Siap Terbang!

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Ekspektasi pasar terkait pemangkasan suku bunga The Federal Reserve (The Fed) pada bulan September semakin menguat. Hal ini didorong oleh laporan data inflasi Amerika Serikat (AS) yang menunjukkan laju moderat, menciptakan ruang kebijakan yang lebih luas bagi bank sentral AS.

Sentimen penurunan suku bunga ini semakin diperbesar oleh tekanan politik signifikan yang dilancarkan Presiden Donald Trump terhadap The Fed. Data inflasi terbaru, yaitu Consumer Price Index (CPI) AS untuk bulan Juli 2025, tercatat naik 0,2% secara bulanan dan stabil di 2,7% secara tahunan, sesuai dengan ekspektasi pasar. Kondisi makroekonomi yang menunjukkan moderasi inflasi ini secara langsung mendukung argumen untuk pelonggaran kebijakan moneter.

Para pengambil kebijakan dan lembaga keuangan terkemuka juga turut menyoroti potensi pergeseran ini. Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, bahkan secara terbuka menyerukan pemangkasan suku bunga The Fed sebesar 50 basis poin pada pertemuan September mendatang. Sejalan dengan pandangan ini, JPMorgan memproyeksikan dimulainya pemangkasan suku bunga The Fed pada bulan depan, dengan potensi berlanjut hingga tiga kali tambahan sepanjang tahun ini.

Implikasi dari potensi pelonggaran kebijakan The Fed ini telah menarik perhatian analis pasar. Lukman Leong, Analis Mata Uang Doo Financial Futures, memproyeksikan bahwa dolar AS akan cenderung melemah. Kondisi ini diperkirakan akan menciptakan ruang bagi rupiah untuk tidak hanya stabil, tetapi juga berpotensi menguat signifikan menuju level Rp 16.000 per dolar AS dalam beberapa minggu ke depan.

Namun, Lukman Leong menambahkan, skala pelemahan dolar AS akan sangat bergantung pada respons The Fed serta dinamika politik internal di AS. Ia menggarisbawahi pengaruh signifikan Presiden Donald Trump, yang terus menekan Ketua The Fed Jerome Powell untuk menurunkan suku bunga. “Jika The Fed bisa didikte atau Powell digantikan, maka proses itu akan lebih mudah terjadi. Dengan asumsi 2–3 kali pemangkasan, indeks dolar bisa turun hingga sekitar 93,” jelas Lukman kepada Kontan.co.id, Rabu (13/8/2025).

Dalam pandangan Lukman, di tengah gejolak pasar ini, beberapa mata uang lain juga berpotensi diuntungkan dalam jangka pendek. Euro dinilai stabil berkat inflasi dan suku bunga yang terjaga. Sementara itu, poundsterling dapat meraih keuntungan dari inflasi dan tingkat upah yang tinggi, meskipun ekonomi Inggris menunjukkan pelemahan. Mata uang yang mengandalkan sentimen safe haven seperti franc Swiss dan yen Jepang juga akan mendapatkan dorongan, meskipun yen sendiri menghadapi risiko dari kebijakan tarif timbal balik di sektor otomotif. Kontras dengan sentimen positif ini, dolar Australia dipandang kurang menarik mengingat sikap dovish dari Bank Sentral Australia.

Kendati demikian, Lukman juga memberikan catatan penting bahwa pemangkasan suku bunga The Fed tidak secara otomatis akan memicu gelombang arus modal masuk ke negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. “Investor akan mencari investasi dengan nilai terbaik. Sentimen pasar modal AS masih kuat, kecuali pemangkasan disertai data ekonomi AS yang lemah,” terangnya. Ia menambahkan kekhawatiran terhadap intervensi Trump, yang bisa membuat data ekonomi AS di masa mendatang menjadi kurang dapat diandalkan.

Meskipun rupiah diproyeksikan memiliki peluang untuk menguat, perlu diwaspadai risiko pembalikan arah dolar AS. Hal ini dapat terjadi jika data ekonomi AS menunjukkan perbaikan yang signifikan atau jika tingkat inflasi kembali melonjak, mengubah kembali prospek kebijakan moneter The Fed.

Ringkasan

Pasar berekspektasi The Fed akan memangkas suku bunga pada September, dipicu data inflasi AS yang moderat. Presiden Trump juga menekan The Fed untuk menurunkan suku bunga. Menteri Keuangan AS dan JPMorgan memproyeksikan pemangkasan suku bunga, bahkan hingga beberapa kali sepanjang tahun ini.

Analis memprediksi dolar AS akan melemah jika The Fed melonggarkan kebijakan, memberikan peluang bagi rupiah untuk menguat hingga Rp 16.000 per dolar AS. Namun, pelemahan dolar AS tergantung respons The Fed dan dinamika politik AS. Pemangkasan suku bunga The Fed tidak serta merta memicu capital inflow ke negara berkembang, dan pembalikan arah dolar AS mungkin terjadi jika data ekonomi AS membaik.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *