Target Harga Terbaru Saham Semen INTP SMGR Cs di Tengah Program Pemerintah Renovasi Rumah

Memilah Emiten Bahan Bangunan saat Pemerintah Berencana Jalankan Program Renovasi Rumah

JAKARTA – Prospek cerah menyelimuti emiten semen seiring dengan rencana pemerintah menggeber program renovasi rumah pada tahun 2026. Sektor ini digadang-gadang akan menjadi salah satu penerima manfaat utama dari inisiatif tersebut. Namun, di balik optimisme itu, industri semen nasional masih harus berjuang menghadapi berbagai tantangan signifikan sepanjang sisa tahun 2025.

Optimisme ini tidak lepas dari alokasi anggaran substansial yang diterima Kementerian Perumahan dan Kawasan Pemukiman. Dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2026, kementerian ini memperoleh dana sebesar Rp10,9 triliun. Dari jumlah tersebut, Rp8,6 triliun secara spesifik akan dialokasikan untuk berbagai program perumahan, termasuk inisiatif renovasi rumah serta program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) yang sangat dinantikan.

Meskipun demikian, pandangan Analis Kiwoom Sekuritas, Miftahul Khaer, menyoroti adanya hambatan signifikan yang dapat memperlambat laju industri. Menurutnya, terlepas dari potensi keuntungan dari alokasi anggaran pemerintah pada tahun mendatang, tekanan biaya energi dan distribusi yang terus meningkat masih menjadi beban berat bagi sektor semen.

Miftahul Khaer menambahkan, sepanjang tahun 2025, sektor semen diperkirakan masih akan bergulat dengan tekanan ganda: kenaikan biaya energi dan distribusi, serta persaingan harga yang sengit akibat kondisi over capacity di industri. Situasi ini menciptakan iklim yang menantang bagi para pemain di pasar.

Kondisi ini diperparah oleh sejumlah faktor lain yang membayangi industri semen sepanjang paruh pertama 2025. Penurunan daya beli masyarakat dan minimnya proyek infrastruktur menjadi dua pemicu utama yang semakin menekan kinerja sektor ini.

Data konkret dari Asosiasi Semen Indonesia (ASI) turut memperkuat gambaran tersebut. ASI melaporkan penjualan semen domestik mengalami penurunan signifikan sebesar 2,5% (year-on-year/yoy) pada periode Januari-Juni 2025. Angka ini menyusut menjadi 27,7 juta ton, dibandingkan dengan 28,48 juta ton pada periode yang sama tahun sebelumnya.

Lebih lanjut, produksi semen pada semester I/2025 juga mencatatkan penurunan, mencapai 28,76 juta ton atau merosot 5,8% (yoy) dibandingkan 30,53 juta ton pada periode yang sama. ASI mengungkapkan, fenomena penurunan penjualan ini merata di hampir seluruh wilayah Indonesia, dengan pengecualian Sumatra yang masih menunjukkan pertumbuhan positif 4,9% dan Maluku-Papua yang berhasil tumbuh 5% pada periode yang sama.

Menyikapi beragam tantangan yang membayangi emiten semen dalam negeri, Kiwoom Sekuritas memilih untuk bersikap wait and see. Mereka cenderung menunda keputusan definitif mengenai prospek emiten semen hingga paruh kedua 2025, seraya mencermati perkembangan dan kinerja masing-masing perusahaan secara seksama.

“Meskipun outlook tahun 2026 tampak lebih cerah dengan potensi peningkatan permintaan dari program pemerintah, kami masih mengambil posisi wait and see untuk sektor semen nasional, sambil terus mengevaluasi kemajuan setiap emiten,” jelas Miftahul Khaer.

Pandangan serupa juga diungkapkan oleh Pengamat Pasar Modal Reydi Octa. Ia menjelaskan bahwa emiten semen papan atas seperti PT Semen Indonesia (Persero) Tbk. (SMGR) dan PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. (INTP) memang berpotensi menikmati kenaikan volume penjualan yang signifikan jika program pemerintah terealisasi. Namun, ia mengingatkan bahwa tantangan internal dan eksternal masih membayangi prospek mereka.

“Tantangan fundamental bagi sektor semen adalah kondisi over capacity yang persisten. Volume permintaan belum tentu mampu mengimbangi jumlah produksi yang melimpah, sehingga menciptakan tekanan persaingan dan profitabilitas,” tutur Reydi kepada Bisnis, Senin (25/8/2025).

Kendati demikian, Reydi tetap menyarankan para investor untuk mencermati secara seksama pergerakan saham-saham seperti SMGR dan INTP. Terlebih jika program kerja pemerintah benar-benar terealisasi pada tahun 2026, potensi penguatan kinerja emiten-emiten ini patut diperhitungkan.

Selain emiten semen, Reydi juga memperluas rekomendasinya ke sektor-sektor bahan bangunan lain yang berpotensi diuntungkan dari program pemerintah. Ia merekomendasikan saham-saham di segmen beton dan furniture, seperti PT Wijaya Karya Beton Tbk. (WTON), PT Waskita Beton Precast Tbk. (WSBP), PT Ace Hardware Indonesia Tbk. (ACES), atau PT Chandra Asri Petrochemical Tbk. (CSAP), sebagai pilihan menarik untuk dicermati.

Mendukung prospek tersebut, konsensus Bloomberg menunjukkan sentimen positif terhadap PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. (INTP). Sebanyak 19 analis merekomendasikan buy, 7 analis menyarankan hold, dan hanya 1 analis yang merekomendasikan sell. Target harga konsensus saham INTP untuk 12 bulan ke depan diproyeksikan mencapai level Rp7.008,90 per lembar.

Untuk PT Semen Indonesia (Persero) Tbk. (SMGR), konsensus Bloomberg juga memberikan gambaran yang bervariasi namun cenderung positif. Dari para analis, 9 analis merekomendasikan buy, 9 analis menyarankan hold, dan 5 analis memberikan rekomendasi sell. Target harga tahunan untuk saham SMGR berada di kisaran Rp2.881,18 per lembar.

Secara lebih spesifik, Analis Sucor Sekuritas Cheryl Jennifer baru-baru ini mengeluarkan rekomendasi buy untuk saham SMGR. Salah satu pendorong utama rekomendasi ini adalah kinerja SMGR pada Juli 2025 yang menunjukkan pemulihan impresif, dengan volume penjualan yang melampaui kinerja rata-rata industri semen sepanjang paruh pertama tahun tersebut.

Selain itu, prospek SMGR semakin cerah dengan adanya program pemerintah terkait perumahan yang diyakini akan menjadi katalis pendorong kinerja di masa depan. Tak hanya itu, potensi kelanjutan proyek Ibu Kota Nusantara (IKN) juga diyakini akan memberikan dorongan signifikan bagi penguatan nilai saham SMGR.

SMGR berada di posisi strategis untuk menangkap lonjakan permintaan. Dengan basis biaya tetap yang lebih luas, perusahaan ini memiliki leverage operasional yang kuat untuk mencapai pertumbuhan berkelanjutan,” demikian pernyataan Cheryl Jennifer dalam risetnya yang dipublikasikan pada Senin (25/8/2025).

Disclaimer: Artikel ini bersifat informatif dan tidak bertujuan mengajak untuk membeli atau menjual saham tertentu. Keputusan investasi sepenuhnya berada pada pertimbangan dan risiko pembaca. Kami tidak bertanggung jawab atas kerugian atau keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *