Shoesmart.co.id, JAKARTA — Proyeksi kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) hingga akhir 2025 diperkirakan akan menunjukkan pergerakan yang cenderung terbatas, demikian analisis dari sejumlah pakar pasar modal.
Liza Camelia Suryanata, Head Riset Kiwoom Sekuritas, mengungkapkan bahwa pihaknya belum merevisi target IHSG untuk akhir 2025. Liza menetapkan target konservatif di level 7.500, proyeksi moderat antara 7.800–7.900, serta skenario terbaik yang menempatkan IHSG pada angka 8.000.
: Aksi Net Buy Investor Asing di BEI Sepekan Menyusut jadi Rp2,73 Triliun, IHSG Masuk Zona Merah
“Target IHSG belum direvisi karena ekspektasi pendapatan emiten belum berubah signifikan, dan valuasi pasar masih netral,” jelas Liza kepada Bisnis, dikutip Sabtu (23/8/2025). Ia juga memaparkan bahwa dari aspek valuasi, IHSG per akhir Juli 2025 diperdagangkan pada price-to-earnings ratio (PER) forward sebesar 14,8x. Angka ini masih di bawah rata-rata historis lima tahun di kisaran 15,5x, meskipun sektor-sektor tertentu seperti batu bara dan smelter mulai menunjukkan valuasi premium, didorong oleh euforia hilirisasi.
: Saham Non-Cyclicals jadi Benteng Terakhir IHSG Jika PDB RI Tak Capai 5%
Namun, Liza menilai bahwa peluang IHSG untuk menembus level psikologis 8.000 pada Agustus 2025 terbilang cukup ambisius. Faktor penahan utamanya meliputi sentimen global dan domestik yang belum sepenuhnya stabil, berlanjutnya capital outflow investor asing, serta pertumbuhan kinerja emiten perbankan yang masih lambat. Kondisi nilai tukar rupiah juga sempat mencerminkan tekanan, melemah ke Rp16.500 per US$ meskipun indeks dolar AS (DXY) melemah, sebelum kemudian menguat kembali ke Rp16.388 per US$.
: Kinerja Reksa Dana Saham Tersengat Rebound IHSG Semester II/2025
Secara keseluruhan, laporan kinerja emiten pada semester I/2025 menurut Liza menunjukkan hasil yang bervariasi. Sektor energi, tambang, dan infrastruktur tampil solid, didukung oleh kenaikan harga komoditas dan stimulus pemerintah. Berbeda dengan itu, sektor properti, perbankan kecil, dan barang konsumsi masih belum menunjukkan pemulihan penuh.
Menyambung pandangan tersebut, Direktur PT Reliance Sekuritas Indonesia Tbk. (RELI) Reza Priyambada memperkirakan IHSG akan bergerak dalam rentang 7.200–7.800 hingga akhir tahun, sembari menantikan perkembangan sentimen pasar. Menurut Reza, penguatan IHSG saat ini masih terbilang wajar jika didukung oleh sentimen positif, di mana para investor berpeluang memanfaatkan pelemahan sebelumnya untuk kembali mengakumulasi saham. Kendati demikian, dengan mencermati kinerja sejumlah emiten pada Semester I/2025 yang tumbuh moderat serta kondisi makroekonomi yang belum sepenuhnya membaik, potensi kenaikan IHSG mungkin akan terbatas.
Sementara itu, Senior Economist Mirae Asset Sekuritas Indonesia, Rully Wisnubroto, mengambil sikap yang lebih konservatif. Ia menyoroti banyaknya kinerja emiten pada semester I/2025 yang berada di bawah ekspektasi pasar, yang menurutnya semakin membebani proyeksi pasar saham secara keseluruhan. “Dengan kecenderungan lebih banyak pendapatan emiten pada Semester I/20225 yang masih di bawah ekspektasi, maka kami masih memperkirakan target IHSG pada 6.900,” tegas Rully.
Di sisi lain, Equity Analyst PT Indo Premier Sekuritas, David Kurniawan, menganalisis bahwa IHSG saat ini diperdagangkan pada PER sekitar 11 kali. Angka ini, menurut David, masih jauh di bawah rekor PER IHSG di kisaran 16–17 kali sebelum fase bubble, mengindikasikan bahwa ruang untuk potensi kenaikan masih terbuka lebar bagi pasar modal Indonesia. Namun, ia juga mengingatkan para investor untuk tetap berhati-hati, mengingat IHSG telah mencatat kenaikan signifikan sebesar 8% hanya dalam kurun waktu Juli 2025.
Mencermati kinerja emiten pada semester I/2025, David menyoroti sektor energi, khususnya panas bumi dan batu bara, yang berhasil mencatatkan margin tinggi. Emiten properti dan kawasan industri juga merasakan dampak positif dari aliran investasi asing serta berbagai insentif pemerintah. Sebaliknya, sektor konsumsi primer tertekan oleh melemahnya daya beli masyarakat kelas menengah ke bawah, sementara emiten teknologi masih berjuang keras menuju profitabilitas yang berkelanjutan.
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.