Kinerja emiten-emiten di bawah naungan Grup Djarum menunjukkan variasi yang menarik sepanjang Semester I 2025. Meskipun demikian, prospek positif membayangi sejumlah entitas milik Hartono bersaudara ini di Semester II 2025, didorong oleh potensi lonjakan permintaan menara telekomunikasi serta dukungan strategis dari kebijakan moneter dan kesehatan pemerintah.
Salah satu pilar utama Grup Djarum, PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), mencatatkan performa keuangan yang solid dengan meraih laba bersih fantastis sebesar Rp 29,01 triliun pada paruh pertama 2025. Angka ini merepresentasikan pertumbuhan 8% secara tahunan (YoY) dibandingkan Rp 26,87 triliun di periode yang sama tahun sebelumnya. Tak hanya itu, penyaluran kredit BCA juga menunjukkan akselerasi signifikan, melonjak 12,81% YoY dari Rp 840,15 triliun menjadi Rp 947,85 triliun. Disisi lain, dana pihak ketiga (DPK), yang mencakup giro, tabungan, dan deposito, mengukir kenaikan 5,7% YoY mencapai Rp 1.190 triliun. Khususnya, porsi dana murah (giro dan tabungan) mendominasi sekitar 82,5% dari total DPK, tumbuh impresif 7,3% YoY hingga menyentuh Rp 982 triliun.
Menurut analisis Indy Naila, Investment Analyst Edvisor Profina Visindo, meskipun pertumbuhan laba BCA sedikit melambat, fundamental bank swasta terbesar di Indonesia ini tetap kokoh. Didukung oleh peningkatan net interest margin (NIM) yang mencapai 5,78% dan kemampuan menjaga kualitas kredit, BBCA menunjukkan ketahanan. Kekuatan dana murah menjadi penopang utama kinerja keuangan. Namun, Indy Naila mengingatkan pentingnya memantau prospek suku bunga acuan dan pertumbuhan ekonomi nasional. Senada, Nafan Aji Gusta, Senior Market Analyst Mirae Asset Sekuritas Indonesia, optimis bahwa kinerja BBCA mendatang akan terpicu oleh potensi peningkatan permintaan kredit, terutama jika ada pemangkasan suku bunga acuan Bank Indonesia.
Sementara itu, PT Sarana Menara Nusantara Tbk (TOWR), pemain kunci di sektor menara telekomunikasi, berhasil mencatatkan peningkatan pendapatan sebesar 3,91% YoY, menembus angka Rp 6,39 triliun. Laba bersih emiten ini turut menunjukkan pertumbuhan positif sebesar 2,93% YoY, mencapai Rp 1,65 triliun dari sebelumnya Rp 1,6 triliun. Indy Naila menilai, TOWR konsisten menunjukkan pertumbuhan laba bersih yang solid di tengah gencar-gencarnya ekspansi bisnis menara telekomunikasi. Meskipun operasional perusahaan dinilai stabil, perhatian perlu dicurahkan pada potensi peningkatan beban operasional dan beban bunga. Prospek kinerja TOWR di masa depan akan sangat bergantung pada dinamika permintaan menara telekomunikasi yang diproyeksikan terus meningkat.
Namun, ada nuansa berbeda dari PT Global Digital Niaga Tbk (BELI) atau yang dikenal sebagai Blibli Tiket. Emiten yang juga mengelola Tiket.com ini justru membukukan kerugian yang membengkak pada Semester I 2025, mencapai Rp 1,25 triliun, lebih besar dari kerugian Rp 1,19 triliun di periode yang sama tahun sebelumnya. Pembengkakan ini utamanya disebabkan oleh masifnya biaya diskon dan promosi langsung yang menyentuh Rp 1,7 triliun, serta lonjakan beban pokok pendapatan sebesar 24,06% YoY menjadi Rp 7,82 triliun. Ironisnya, di tengah kerugian tersebut, BELI tetap berhasil meningkatkan pendapatan secara signifikan menjadi Rp 9,5 triliun, melonjak 22,2% YoY dari Rp 7,8 triliun. Kenaikan ini didorong oleh kontribusi kuat dari segmen ritel online (Rp 4,2 triliun), toko fisik (Rp 3,4 triliun), dan institusi (Rp 3,4 triliun). Menanggapi situasi ini, Kusumo Martanto, CEO sekaligus Co-founder BELI, menegaskan komitmen perusahaannya untuk disiplin operasional dan eksekusi strategis, meskipun harus menavigasi tantangan ekonomi yang memengaruhi belanja diskresioner konsumen. Ke depan, BELI akan memfokuskan strategi pada peningkatan keberlanjutan dan inovasi melalui penguatan kemitraan, penyempurnaan layanan, dan optimalisasi pemanfaatan data untuk memenuhi kebutuhan konsumen.
Bergeser ke sektor lain, PT Solusi Tunas Pratama Tbk (SUPR) menunjukkan arah yang berbeda dari BELI. Emiten ini justru mencatatkan pertumbuhan laba bersih yang impresif sebesar 32,86% YoY, mencapai Rp 630,43 miliar dari Rp 474,51 miliar, meskipun pendapatan sedikit terkoreksi dari Rp 918,29 miliar menjadi Rp 911,54 miliar. Sementara itu, PT Supra Boga Lestari Tbk (RANC) berhasil menciptakan keajaiban, membalikkan kerugian Rp 35,89 miliar pada Semester I 2025 menjadi keuntungan Rp 60,06 miliar di akhir Juni. Pencapaian ini selaras dengan kenaikan pendapatan dari Rp 1,43 triliun menjadi Rp 1,45 triliun.
Di sektor kesehatan, PT Medialoka Hermina Tbk (HEAL) menghadapi tantangan dengan penurunan laba bersih sebesar 35,65% YoY, dari Rp 441,86 miliar menjadi Rp 284,30 miliar. Walaupun demikian, pendapatan HEAL masih menunjukkan pertumbuhan tipis 1,32% YoY, mencapai Rp 3,38 triliun dari Rp 3,34 triliun pada tahun sebelumnya. Secara lebih detail, pendapatan dari segmen rawat inap sedikit menurun menjadi Rp 2,01 triliun (dari Rp 2,04 triliun), namun pendapatan rawat jalan justru meningkat menjadi Rp 3,26 triliun (dari Rp 3,25 triliun). Sedangkan pendapatan dari segmen non rumah sakit tercatat Rp 3,38 triliun, naik dari Rp 3,34 triliun per Juni 2024.
Mengulas HEAL, Indy Naila menyoroti tantangan yang dihadapi emiten ini, terutama pada perlambatan laba usaha dan penurunan laba bersih. Namun, total aset HEAL tetap menunjukkan pertumbuhan, yang salah satunya didukung oleh langkah strategis Grup Djarum mengakuisisi 559,18 juta lembar saham HEAL pada 25 Juni 2025 dengan harga premium Rp 1.875 per saham, di atas rata-rata harga pasar saat itu Rp 1.375 per saham. Terlepas dari fluktuasi jangka pendek, Indy optimis bahwa prospek jangka panjang layanan kesehatan tetap cerah, menjadikannya sentimen positif bagi pertumbuhan HEAL. Optimisme ini diperkuat oleh Nafan Aji Gusta, yang menyoroti rencana Presiden Prabowo Subianto dalam Nota Keuangan dan RAPBN 2026 untuk menaikkan anggaran kesehatan menjadi Rp 244 triliun (dari Rp 210,6 triliun tahun ini). Peningkatan signifikan ini diprediksi akan sangat menguntungkan rumah sakit dengan eksposur tinggi terhadap pasien BPJS. Lebih lanjut, tren pola hidup sehat masyarakat yang bergeser dari kuratif ke preventif turut menjadi katalis positif bagi sektor kesehatan.
Menariknya, para analis juga memberikan panduan investasi. Indy Naila merekomendasikan untuk memantau saham HEAL dengan target harga kisaran Rp 1.775 per saham, serta merekomendasikan buy saham BBCA dengan target jangka panjang di level Rp 9.000 per saham. Sementara itu, Nafan Aji Gusta memberikan rekomendasi accumulative buy saham BBCA dengan target yang lebih ambisius, yaitu Rp 12.325 per saham, sekaligus menyarankan untuk menambah porsi kepemilikan HEAL di level Rp 1.775 per saham. Ini menggarisbawahi keyakinan pasar terhadap potensi pertumbuhan jangka panjang kedua emiten tersebut.
Ringkasan
Kinerja emiten Grup Djarum pada Semester I 2025 bervariasi. Bank Central Asia (BBCA) mencatatkan pertumbuhan laba bersih dan penyaluran kredit yang signifikan, didukung oleh dana murah yang besar. Sementara itu, Sarana Menara Nusantara (TOWR) juga menunjukkan peningkatan pendapatan dan laba bersih di sektor menara telekomunikasi.
Global Digital Niaga (BELI) mengalami kerugian yang membengkak akibat biaya promosi yang besar, meskipun pendapatan meningkat. Solusi Tunas Pratama (SUPR) mencatatkan pertumbuhan laba bersih, sementara Supra Boga Lestari (RANC) berhasil membalikkan kerugian menjadi keuntungan. Medialoka Hermina (HEAL) menghadapi penurunan laba bersih, namun didukung oleh akuisisi saham oleh Grup Djarum dan prospek anggaran kesehatan yang meningkat. Analis memberikan rekomendasi beli untuk BBCA dan HEAL dengan target harga tertentu.