Saat Harga Turun, Vanguard, Blackrock dan Manulife Pungut Saham MTEL, Ini Kata Analis

Shoesmart.co.id JAKARTA.  Investor institusi asing tampak agresif menambah kepemilikan saham PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk (MTEL)  sepanjang tahun ini. Aksi tersebut saat harga saham emiten yang kerap disebut Mitratel menunjukkan penurunan harga sepanjang year to date (ytd).

Senin (20/10), harga saham MTEL turun 1,8% ke Rp 545. Tapi berdasarkan data Bloomberg, hingga pekan pertama Oktober 2025, investor institusi seperti  Blackrock terpantau menambah sebanyak 102,1 juta saham MTEL, terhitung sejak awal tahun.

Aksi tersebut diikuti  Barclays Capital Securities dengan mencatatkan pembelian bersih sebanyak 53,4 juta saham dan  Abu Dhabi Investment Authority (ADIA) memborong 51,1 juta saham untuk periode sama.

Aksi itu berlanjut hingga pekan ini. Berdasarkan data Bloomberg yang diakses Selasa (21/10), Blackrock pada Senin (20/10) menambah kepemilikan 37.900 menjadi 43,89 juta saham atau 0,05%.

Dayamitra Telekomunikasi (MTEL) Bersiap Buyback Rp 1 Triliun

Lalu Manulife Financial Corp menambah 22,15 juta saham menjadi 40,53 juta saham atau 0,05%,  Pekan lalu tampak Vanguard Group Inc menambah kepemilikan 139.400 unit menjadi 703,73 juta atau 0,86%

Langkah agresif institusi asing menambah saham di MTEl  ada sejumlah faktor. Managing Director Research & Digital Production Samuel Sekuritas Indonesia, Harry Su memproyeksi, kinerja MTEL akan membaik di tahun 2026 seiring dengan perbaikan ekonomi yang mendorong  pertumbuhan pendapatan rata – rata per pengguna (ARPU).

“Sehingga diharapkan ada perbaikan profitabilitas perusahaan telekomunikasi yang akan mendorong ekspansi jaringan dan akan meningkatkan permintaan menara telekomunikasi,” kata Harry kepada Kontan, pekan lalu. 

Di sisi lain, kepemilikan Mitratel merata  di luar pulau Jawa. Kondisi ini menguntungkan perseroan karena sejalan dengan rencana ekspansi operator telekomunikasi yang mengincar pertumbuhan di Sumatera, Sulawesi dan Indonesia Timur.  

Faktor lain adalah jumlah kas dan setara kas paling besar yakni Rp 2,76 triliun. Dukungan induk usaha operator telekomunikasi, PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM), dengan pangsa pasar terbesar di Indonesia, juga menjadi pertimbangan menarik. Terutama di saat industri telekomunikasi melakukan konsolidasi bisnis.  

Serat Optik Imbangi Bisnis Menara Dayamitra Telekomunikasi Tbk (MTEL)

Pengamat pasar modal, Redy Octa mengatakan, Mitratel memiliki sejumlah sentimen positif yang bisa menopang pergerakan harga sahamnya ke depan. Di antaranya, pembelian kembali (buyback) saham dengan target dana Rp 1 triliun. 

“Buyback merupakan sentimen positif bagi suatu emiten dengan ekspektasi bisa memberikan dorongan untuk investor meyakini bahwa manajemen internal yakin akan kinerja perusahaan kedepan secara fundamental dan momentum, sehingga hal ini dapat menguatkan harga sahamnya,” ujarnya, kemarin.

Manuver buyback MTEL membuat jumlah saham beredar semakin berkurang. Hal ini berdampak kepada rasio dividend per share (DPS) dan pergerakan harga yang jauh lebih stabil.

Sementara di sisi lain, struktur pemegang saham saat ini didominasi oleh investor institusi yang memiliki horizon investasi jangka panjang. “Jika isu merger itu menjadi kenyataan, maka pergerakan harga bakal sangat atraktif karena floating shares sudah jauh berkurang,” ujar analis lain.  

Laba tahun berjalan MTEL berhasil naik dari Rp 1,06 triliun menjadi Rp 1,09 triliun, sehingga laba per saham emiten ini mencapai Rp 13 hingga semester I-2025. Pendapatan perseroan juga meningkat dari Rp 4,49 triliun menjadi Rp 4,59 triliun untuk periode sama.

Ditopang Bisnis Sewa Menara, Simak Rekomendasi Saham Mitratel (MTEL)

Pergerakan harga saham yang tidak mencerminkan kinerja fundamental ini menunjukkan harga saham MTEL kelewat murah (undervalued). Pada Selasa (21/10) pukul 09.14 WIB harga MTEL melesat 1,83% menjadi Rp 555 per saham. 

Leonardo Lijuwardi, Analis NH Korindo Sekuritas mengatakan, MTEL mempertahankan posisinya sebagai pemilik menara terbesar di Indonesia dan Asia Tenggara dengan 39.782 menara.  Segmen serat optik tetap menjadi mesin pertumbuhan utama, mengimbangi pertumbuhan stagnan di segmen menara. Bisnis serat optik memberi kontribusi yang meningkat terhadap pendapatan keseluruhan. 

Fiber to the tower (FTTT) merupakan inisiatif utama MTEL untuk memenuhi permintaan operator seluler akan konektivitas yang lebih baik. Pendapatan serat optik melonjak 28,1% yoy menjadi Rp 287 miliar di semester I – 2025. “Kami memperkirakan, serat optik akan berkontribusi 6,2% dari total pendapatan 2025, didukung perluasan jaringan berkelanjutan,” kata Leonardo. 

Harry dan Leonardo kompak merekomendasikan buy MTEL dengan target harga masing – masing  Rp 650 per saham dan Rp 700 per saham.                

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *