Shoesmart.co.id — Nilai tukar rupiah kembali menunjukkan taringnya, berhasil menguat signifikan terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Pada penutupan perdagangan Rabu (1/10/2025), rupiah di pasar spot melonjak 0,18% menembus posisi Rp 16.635 per dolar AS, menandakan sentimen positif yang mulai berpihak pada mata uang Garuda.
Tak hanya di pasar spot, penguatan rupiah juga tercermin dari kurs Jisdor Bank Indonesia (BI) yang naik 0,07%, menempatkan rupiah di level Rp 16.680 per dolar AS. Capaian ini menunjukkan konsistensi penguatan di berbagai tolok ukur nilai tukar.
Menurut Presiden Komisioner HFX Internasional Berjangka, Sutopo Widodo, penguatan rupiah ini tidak terlepas dari pelemahan dolar AS yang signifikan. Situasi ini dipicu oleh sentimen “government shutdown” yang membayangi Negeri Paman Sam, menciptakan ketidakpastian di pasar finansial global.
“Proyeksi Rupiah besok (2 Oktober 2025) cenderung mengarah pada konsolidasi stabil dengan kecenderungan penguatan tipis,” ungkap Sutopo kepada Kontan, Rabu (1/10). Ia menjelaskan, pergerakan rupiah pada Kamis akan menjadi pertarungan sengit antara sentimen pelemahan dolar AS akibat gejolak politik di AS dengan data ekonomi yang berpotensi memengaruhi arah kebijakan moneter The Fed.
Sutopo menambahkan, selama dolar AS masih tertekan oleh kegagalan kesepakatan anggaran, rupiah memiliki ruang bernapas untuk sejenak keluar dari tren pelemahan. Namun demikian, pelaku pasar diimbau untuk tetap waspada terhadap faktor domestik serta memantau ketat pergerakan imbal hasil obligasi AS. Indikator ini sangat krusial sebagai penentu aliran modal global yang pada akhirnya akan menentukan apakah penguatan rupiah ini bersifat temporer atau memiliki daya tahan lebih lanjut.
Untuk Kamis (2/10), Sutopo memperkirakan rupiah akan bergerak terbatas dalam rentang Rp 16.580 hingga Rp 16.680 per dolar AS, menunjukkan potensi fluktuasi namun dengan batas pergerakan yang terukur.
Yield Surat Utang Negara Turun Seiring Penguatan Rupiah
Beralih ke sisi fundamental domestik, pengamat mata uang Ibrahim Assuaibi menyoroti kontribusi surplus dagang yang signifikan dalam menopang penguatan rupiah. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, neraca perdagangan Indonesia berhasil mencetak surplus sebesar US$ 5,49 miliar pada Agustus 2025. Angka ini didorong oleh ekspor yang mencapai US$ 24,96 miliar dan impor sebesar US$ 19,43 miliar.
“Ini adalah surplus 64 bulan beruntun sejak tahun 2020,” tegas Ibrahim, menyoroti konsistensi ekonomi Indonesia dalam menjaga keseimbangan perdagangan internasional.
Selain itu, data inflasi juga memberikan gambaran yang menarik. Pada September 2025, inflasi tercatat sebesar 0,21% secara bulanan (mtm) atau 2,65% secara tahunan (yoy). Angka ini menunjukkan kenaikan dari deflasi 0,08% mtm pada Agustus lalu. Kenaikan inflasi ini tercermin dari Indeks Harga Konsumen (IHK) yang meningkat dari 185,1 pada Agustus menjadi 187,4 di September, menandakan adanya aktivitas ekonomi yang mulai memanas.
Tonton: Terendah dalam Sejarah, Nilai Tukar Rupiah Tembus 13.000 Per Dollar Singapura
Dengan mempertimbangkan berbagai faktor tersebut, Ibrahim memperkirakan rupiah pada Kamis (2/10/2025) akan bergerak fluktuatif, namun tetap akan ditutup menguat. Ia memprediksi rentang pergerakan rupiah berada di kisaran Rp 16.580 hingga Rp 16.640 per dolar AS.
Ringkasan
Nilai tukar rupiah menunjukkan penguatan terhadap dolar AS di pasar spot dan kurs Jisdor Bank Indonesia. Penguatan ini dipicu oleh pelemahan dolar AS akibat sentimen “government shutdown” di Amerika Serikat. Surplus neraca perdagangan Indonesia juga menjadi faktor pendukung penguatan rupiah.
Para analis memperkirakan rupiah akan cenderung stabil dengan potensi penguatan tipis. Pergerakan rupiah akan dipengaruhi oleh gejolak politik di AS dan data ekonomi yang dapat memengaruhi kebijakan moneter The Fed. Rentang pergerakan rupiah diperkirakan antara Rp 16.580 hingga Rp 16.680 per dolar AS.