JAKARTA. Nilai tukar rupiah menunjukkan tren pelemahan signifikan terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di awal pekan ini. Mengutip data Bloomberg, rupiah di pasar spot melemah 0,11% dibandingkan penutupan perdagangan sebelumnya, mencapai level Rp 16.621 per dolar AS. Kondisi ini sedikit berbeda dengan data Jisdor Bank Indonesia (BI) yang mencatat penguatan tipis 0,01%, menempatkan rupiah di posisi Rp 16.628 per dolar AS.
Pelemahan nilai tukar rupiah ini, menurut Analis Mata Uang Doo Financial Futures, Lukman Leong, dipicu oleh sentimen “risk-off” yang melanda pasar ekuitas domestik. Kekhawatiran akan adanya perubahan perhitungan bobot saham-saham Indonesia dalam Morgan Stanley Capital International (MSCI) telah memicu aksi jual di pasar. Fenomena ini turut terlihat dari pergerakan IHSG Anjlok 1,87% ke 8,117 pada Senin (27/10/2025), BRPT, SCMA, AMMN Top Losers LQ45.
Lukman memperkirakan bahwa rupiah masih berpotensi tertekan oleh sentimen domestik tersebut pada Selasa (28/10). Namun, sentimen positif dari perkembangan hubungan dagang antara China dan AS secara global diharapkan dapat memberikan sedikit dukungan. Untuk perdagangan hari itu, Lukman memprediksi rupiah akan bergerak dalam rentang Rp 16.550 hingga Rp 16.700 per dolar AS.
Di sisi lain, Pengamat Mata Uang dan Komoditas, Ibrahim Assuaibi, menyoroti pengaruh pernyataan Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, terhadap pergerakan rupiah. Bessent mengungkapkan bahwa pejabat AS dan Tiongkok telah menyusun kerangka kerja yang sangat substansial untuk kesepakatan perdagangan. Kerangka kerja ini akan membuka jalan bagi Presiden Donald Trump dan Presiden Xi Jinping untuk membahas kerja sama perdagangan lebih lanjut dalam minggu ini.
Ibrahim menjelaskan lebih lanjut, kerangka kerja tersebut bertujuan untuk menghindari penerapan tarif 100% oleh AS atas barang-barang Tiongkok dan juga menangguhkan kontrol ekspor logam tanah jarang Tiongkok. Optimisme juga datang dari Presiden Trump yang berharap dapat mencapai kesepakatan dengan Beijing dan berencana mengadakan pertemuan di Tiongkok dan AS.
Selain perkembangan hubungan dagang, laporan indeks harga konsumen (CPI) AS yang lebih rendah dari perkiraan telah memperkuat spekulasi penurunan suku bunga sebesar 25 basis poin. Investor kini menantikan panduan lebih lanjut mengenai prospek pelonggaran moneter hingga akhir tahun. Ini menjadi salah satu pemicu di balik IHSG Makin Ambles di Awal Perdagangan Sesi II Hari Ini, Apa Pemicunya?.
Fokus utama pasar global minggu ini adalah keputusan suku bunga dari beberapa bank sentral, khususnya Federal Reserve (The Fed) AS yang dijadwalkan merilis kebijakan terbarunya pada Kamis dini hari, setelah rapat pada 28–29 Oktober 2025. Keputusan ini akan sangat memengaruhi sentimen pasar global, termasuk pergerakan nilai tukar rupiah.
Dari dalam negeri, Ibrahim juga menyebutkan sentimen domestik yang memengaruhi rupiah, yaitu proyeksi pertumbuhan ekonomi. Sejumlah ekonom memperkirakan ekonomi Indonesia pada kuartal III-2025 hanya akan tumbuh 4,9%. Proyeksi pertumbuhan yang melambat ini lebih dipengaruhi oleh faktor domestik, sebagaimana tercermin dari Indeks Kepercayaan Konsumen pada September 2025 yang tercatat menurun dibandingkan bulan sebelumnya.
Mempertimbangkan berbagai faktor tersebut, Ibrahim memproyeksikan rupiah pada Selasa (28/10/2025) akan bergerak fluktuatif, namun diperkirakan akan ditutup melemah. Ia memperkirakan rupiah akan bergerak di rentang Rp 16.620 hingga Rp 16.650 per dolar AS.
Ringkasan
Pada awal pekan, nilai tukar rupiah mengalami pelemahan terhadap dolar AS. Pelemahan ini dipicu oleh sentimen “risk-off” di pasar ekuitas domestik, terkait kekhawatiran perubahan bobot saham Indonesia dalam MSCI. Analis memperkirakan rupiah masih berpotensi tertekan oleh sentimen domestik, namun perkembangan hubungan dagang China-AS diharapkan memberikan dukungan terbatas.
Selain sentimen domestik, pergerakan rupiah juga dipengaruhi oleh faktor global seperti pernyataan Menteri Keuangan AS tentang kerangka kerja kesepakatan dagang dengan Tiongkok. Investor juga menantikan keputusan suku bunga The Fed, yang diperkirakan akan sangat memengaruhi sentimen pasar. Secara keseluruhan, rupiah diproyeksikan akan bergerak fluktuatif dengan kecenderungan melemah pada hari berikutnya.