Shoesmart.co.id – JAKARTA. Nilai tukar rupiah diproyeksikan terus melemah hingga akhir tahun, dipicu oleh kombinasi faktor domestik seperti kinerja Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa dan sentimen geopolitik global. Pada Senin (22/9/2025), kurs rupiah di pasar spot mencatat pelemahan signifikan, ditutup pada level Rp 16.611 per dolar Amerika Serikat (AS), turun Rp 10 atau 0,06%. Angka ini menandai titik terlemah rupiah sejak 5 Mei 2025.
Tren pelemahan ini juga terlihat pada kurs rupiah Jisdor yang anjlok Rp 29 atau 0,17% menjadi Rp 16.607 per dolar AS. Pelemahan kurs rupiah Jisdor ini bahkan telah terjadi selama empat hari perdagangan beruntun, mengindikasikan tekanan berkelanjutan terhadap mata uang Garuda.
Menurut Pengamat Mata Uang, Ibrahim Assuabi, gejolak pada rupiah tak lepas dari pernyataan-pernyataan kontroversial Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa. Ibrahim mengkritik bahwa testimoni dan ucapan Purbaya tidak mencerminkan kapasitasnya sebagai seorang menteri keuangan, melainkan lebih bernuansa politis. Ia dianggap terlalu menyederhanakan dan menggampangkan hal-hal yang sebelumnya telah ditangani dengan serius oleh menteri keuangan pendahulunya, Sri Mulyani. Pernyataan seperti Menkeu Purbaya: Kalau Ekonominya Tumbuh Tinggi, Anda Bayar Pajaknya Happy!, menurut Ibrahim, justru membingungkan pasar. “Seharusnya yang dilakukan oleh Purbaya adalah bekerja, bukan memberikan statement-statement yang membingungkan pasar,” tegas Ibrahim pada Senin (22/9). Ia menambahkan, banyak kalangan menilai Menteri Keuangan saat ini lebih banyak menebar bumbu politik daripada bumbu ekonomi, sebuah situasi yang pada akhirnya memicu penarikan modal asing secara besar-besaran keluar dari Indonesia.
Di samping performa Menkeu, sentimen negatif lain datang dari program Makan Bergizi Gratis (MBG). Ibrahim menyoroti insiden keracunan yang menimpa sejumlah siswa, memunculkan wacana perubahan mekanisme penyaluran MBG. Ia menyebutkan kemungkinan besar program ini akan beralih dari pemberian ransum menjadi pemberian uang tunai langsung kepada setiap siswa. “Jadi setiap siswa akan diberikan uang untuk makan dibandingkan dengan yang sebelumnya menggunakan ransum,” jelas Ibrahim, menguraikan potensi solusi untuk mengatasi masalah tersebut.
Beralih ke ranah global, pergerakan rupiah ke depan juga sangat dipengaruhi oleh sentimen geopolitik di Eropa. Ibrahim memandang perang Rusia-Ukraina yang terus berkecamuk, ditambah keterlibatan Amerika Serikat dan NATO, telah memperparah konflik di benua biru, membuat prospek perdamaian kian suram. Ia bahkan tidak menutup kemungkinan terjadinya perang terbuka antara Rusia dan NATO. Menkeu Purbaya Tunda Pembentukan Badan Penerimaan Negara. Kekhawatiran ini diperkuat oleh pernyataan Presiden Rusia Vladimir Putin yang menyebutkan bahwa penerusnya akan dipilih dari kalangan veteran perang, menandakan kesinambungan kebijakan agresif yang diinginkan Putin.
Di sisi lain Atlantik, dinamika politik di Amerika Serikat juga turut memperkeruh sentimen. Ibrahim menyoroti langkah Presiden AS Donald Trump yang mengajukan banding di pengadilan terkait pemecatan Gubernur The Fed, Lisa Cook. Meskipun keputusan atas kasus ini diprediksi masih lama, kegigihan Trump dalam upaya pemecatan Cook dipercaya akan menambah tekanan pada rupiah. Berbagai sentimen ini, baik domestik maupun global, menguatkan proyeksi yang pernah diungkapkan Sri Mulyani dalam APBN 2025, bahwa nilai tukar rupiah berpotensi mencapai Rp 16.900 per dolar AS. “Jadi jangan heran apa yang diperkirakan Sri Mulyani di APBN 2025 bahwa rupiah di Rp 16.900 kemungkinan besar akan terjadi,” pungkas Ibrahim.