Rekor Baru Harga Emas: Peluang atau Risiko bagi Emiten Tambang?

Shoesmart.co.id Harga emas dunia kembali menjadi pusat perhatian setelah terus menorehkan rekor baru yang fantastis. Meskipun sempat mengalami pelemahan tipis, tren kenaikan harga emas dinilai masih sangat kuat dan berpotensi memberikan sentimen positif yang signifikan bagi para emiten tambang emas di pasar saham.

Melansir data dari Bloomberg, harga emas spot tercatat turun tipis 0,34% menuju level US$ 3.677,12 per ons troi pada Rabu (17/9/2025) pukul 20.15 WIB. Namun, penurunan ini terjadi setelah sehari sebelumnya emas berhasil memecahkan rekor tertinggi sepanjang sejarah, menyentuh angka US$ 3.689,98 per ons troi. Antusiasme pasar semakin memuncak mengingat peluang emas menembus level US$ 3.700 masih terbuka lebar, didorong kuat oleh ekspektasi penurunan suku bunga acuan Federal Reserve (The Fed).

Dampak euforia kenaikan harga emas global ini juga turut terasa di pasar domestik. Pada hari yang sama, harga jual emas Antam terpantau naik Rp 10.000, mencapai level Rp 2.115.000 per gram, menunjukkan daya tarik logam mulia ini di kalangan investor Indonesia.

Namun, di tengah gemerlap rekor emas, sebuah fenomena menarik terjadi pada pergerakan saham-saham emiten emas. Beberapa di antaranya justru mengalami koreksi. PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) melemah 3,89% ke posisi Rp 3.460 per saham. Penurunan juga dialami oleh PT Hartadinata Abadi Tbk (HRTA) yang tergerus 3,37% menjadi Rp 860, PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) terkikis 1,97% ke Rp 2.490, PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS) susut 1,74% ke Rp 565, serta PT J Resources Asia Pasifik Tbk (PSAB) yang anjlok 4,42% ke Rp 540 per saham. Berbeda dengan tren mayoritas, saham PT United Tractors Tbk (UNTR) justru menunjukkan penguatan 1,12% ke Rp 27.000 per saham.

Profit Taking, Harga Emas Melorot Jelang Pengumuman Bunga The Fed

Analis Ungkap: Profit Taking hingga Biaya Produksi Jadi Pemicu

Analis Pilarmas Investindo Sekuritas, Arinda Izzaty, menjelaskan bahwa koreksi pada saham-saham emiten tambang emas dipicu oleh aksi ambil untung (profit taking) investor. “Sehari sebelumnya, saham-saham emas sudah melonjak tajam mengikuti kenaikan harga emas dunia, sehingga investor jangka pendek memilih merealisasikan keuntungan mereka,” ujar Arinda, menggarisbawahi dinamika pasar yang cepat berubah.

Selain faktor teknikal tersebut, Arinda juga menyoroti peningkatan biaya produksi dan ekspansi tambang yang belum tentu sejalan secara langsung dengan tren harga emas. Ia menambahkan bahwa volatilitas alami yang melekat pada sektor pertambangan seringkali membuat saham emas bisa turun, meskipun harga komoditas utama mereka sedang melonjak.

Sementara itu, Analis Korea Investment & Sekuritas Indonesia (KISI), Muhammad Wafi, menekankan risiko ketidakseimbangan antara permintaan dan suplai. Menurut Wafi, harga emas yang terlalu tinggi berpotensi menekan permintaan untuk emas perhiasan, namun di sisi lain justru mendorong lonjakan permintaan emas batangan sebagai instrumen lindung nilai di tengah ketidakpastian ekonomi global.

Meskipun demikian, Wafi optimistis bahwa para emiten pertambangan emas tetap memiliki peluang besar untuk meraih margin laba yang lebih besar. “Mitigasi yang bisa dilakukan emiten adalah mengunci harga (hedging), diversifikasi produk, dan efisiensi biaya produksi agar tetap kompetitif di pasar yang dinamis,” sarannya.

BI Sebut Investasi Emas Masih Digandrungi di Tengah Ketidakpastian Ekonomi Global

Prospek Cerah ke Depan: Emas Tetap Bersinar

Kedua analis sepakat bahwa tren harga emas masih berpotensi melanjutkan penguatan di masa mendatang. Prospek ini terutama didorong oleh potensi pemangkasan suku bunga oleh The Fed serta semakin meningkatnya peran emas sebagai aset safe haven yang sangat dicari di tengah ketidakpastian geopolitik dan ekonomi global.

Arinda menjagokan saham ANTM karena memiliki diversifikasi komoditas yang lebih stabil, tidak hanya pada emas. Sementara itu, emiten yang tengah gencar melakukan ekspansi seperti MDKA dan BRMS berpotensi mendapatkan keuntungan lebih besar meskipun risikonya juga lebih tinggi. Ia merekomendasikan beli untuk BRMS dan MDKA dengan target harga masing-masing Rp 650 dan Rp 2.700 per saham.

Di sisi lain, Wafi menilai saham ANTM dan MDKA masih sangat menarik untuk investasi jangka menengah hingga panjang berkat eksposur mereka tidak hanya pada emas, tetapi juga nikel, bauksit, hingga tembaga. Adapun HRTA, menurutnya, lebih cocok untuk strategi jangka pendek dengan fokus pada penjualan emas batangan ritel yang responsif terhadap pergerakan harga.

Tonton: Menanti Keputusan The Fed Emas Cetak Rekor Baru! US$ 3.700

Secara umum, valuasi saham-saham emiten emas dinilai masih sangat menarik, menawarkan ruang kenaikan yang menjanjikan seiring dengan harga emas dunia yang terus menorehkan rekor-rekor baru yang mengesankan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *