Penerimaan Pajak Anjlok: Kemenkeu Ungkap Biang Keroknya!

Shoesmart.co.id, JAKARTA — Pendapatan negara Indonesia per akhir September 2025 tercatat sebesar Rp1.863,3 triliun. Angka ini menunjukkan penurunan signifikan sebesar 7,2% dibandingkan realisasi pada periode yang sama tahun sebelumnya, yang mencapai Rp2.008,6 triliun. Data ini dirilis oleh Kementerian Keuangan, menyoroti dinamika fiskal yang tengah dihadapi pemerintah dalam mengelola kas negara.

Wakil Menteri Keuangan, Suahasil Nazara, dalam konferensi pers APBN Kita pada Senin (14/10/2025), menjelaskan bahwa kontributor utama dari penurunan pendapatan negara ini berasal dari penerimaan pajak. Sektor pajak hanya mampu membukukan Rp1.295,3 triliun, yang berarti terkoreksi 4,4% dibandingkan realisasi tahun lalu yang mencapai Rp1.354,9 triliun. Suahasil mengklarifikasi bahwa penurunan neto ini utamanya disebabkan oleh lonjakan restitusi pajak atau pengembalian kelebihan pembayaran pajak sepanjang tahun ini.

Menariknya, meskipun penerimaan pajak secara neto terlihat menurun, Suahasil menekankan bahwa penerimaan pajak secara bruto justru mengalami peningkatan. Tercatat, penerimaan bruto naik dari Rp1.588,21 triliun pada Januari—September 2024 menjadi Rp1.619,2 triliun pada periode yang sama tahun 2025. “Tahun ini memang terjadi peningkatan restitusi pajak. Restitusi ini artinya dikembalikan kepada masyarakat, kepada dunia usaha, kepada wajib pajak, sehingga kemudian uangnya itu beredar di tengah-tengah perekonomian,” ujar Suahasil, mengindikasikan bahwa dana tersebut kembali mengalir dan beredar di masyarakat.

Namun, dalam bahan paparannya, terungkap bahwa penurunan realisasi penerimaan pajak juga dipicu oleh anjloknya beberapa komponen pajak utama. Penerimaan PPh Badan tercatat Rp215,1 triliun, menyusut 9,4% dibandingkan realisasi pada periode yang sama tahun lalu. Senada, penerimaan PPN & PPnBM juga tergerus, mencapai Rp473,44 triliun atau turun 13,2% dari periode yang sama tahun sebelumnya. Fakta ini menunjukkan adanya tekanan pada sektor korporasi dan konsumsi yang perlu menjadi perhatian.

Selain dari sektor pajak, pendapatan negara juga disokong oleh penerimaan kepabeanan dan cukai. Berbeda dengan sektor pajak, penerimaan dari bea masuk dan cukai justru menunjukkan tren positif yang menggembirakan. Tercatat sebesar Rp221,3 triliun per akhir September 2025, angka ini mengalami kenaikan sebesar 7,1% dibandingkan realisasi tahun lalu yang sebesar Rp206,7 triliun, menandakan efektivitas kebijakan di bidang ini.

Di sisi lain, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) menjadi sorotan karena mengalami penurunan paling tajam. Tercatat hanya Rp344,9 triliun, merosot 19,8% dari realisasi periode yang sama tahun lalu yang mencapai Rp430,3 triliun. Suahasil menjelaskan dua faktor utama di balik anjloknya PNBP ini, yang keduanya memiliki dampak signifikan terhadap pendapatan negara.

Pertama, adanya perubahan kebijakan terkait dividen BUMN yang kini langsung dikelola oleh Danantara dan tidak lagi masuk ke kas negara. Kedua, penurunan signifikan harga komoditas unggulan Indonesia di pasar global. Sebagai contoh, harga minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP) terkoreksi 13,5% dari US$80,41 per barel menjadi US$69,54 per barel. Selain itu, harga batu bara acuan (HBA) juga turun 6,7% dari US$121,07 per ton menjadi US$112,99 per ton.

Penurunan harga komoditas ini diperparah dengan berkurangnya volume produksi batu bara hingga 10,5%, dari 631,27 juta ton menjadi 564,78 juta ton. Imbasnya, royalti batu bara yang disetorkan ke negara pun ikut anjlok 11,7%, dari Rp57,5 triliun menjadi Rp50,8 triliun. “Itu memiliki dampak ke penerimaan negara bukan pajak kita, yang berupa royalti ataupun setoran SDA [sumber daya alam] migas,” pungkas Suahasil, menegaskan betapa krusialnya fluktuasi harga dan volume komoditas terhadap postur pendapatan negara.

Ringkasan

Pendapatan negara Indonesia hingga September 2025 mengalami penurunan 7,2% dibandingkan tahun sebelumnya, menjadi Rp1.863,3 triliun. Penurunan ini terutama disebabkan oleh penurunan penerimaan pajak sebesar 4,4%, meskipun penerimaan pajak bruto sebenarnya meningkat. Lonjakan restitusi pajak menjadi faktor utama penurunan neto penerimaan pajak.

Selain pajak, PNBP juga mengalami penurunan tajam sebesar 19,8% akibat perubahan kebijakan dividen BUMN dan penurunan harga komoditas, termasuk penurunan harga minyak mentah dan batu bara, serta penurunan volume produksi batu bara yang berdampak pada royalti. Sementara itu, penerimaan dari kepabeanan dan cukai justru mengalami kenaikan sebesar 7,1%.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *