Kinerja Emiten Konstruksi Swasta Masih Variatif, Simak Rekomendasi Sahamnya

JAKARTA – Kinerja emiten konstruksi swasta menunjukkan pola yang variatif sepanjang paruh pertama tahun 2025. Sebagian besar mencatatkan pertumbuhan positif, sementara ada pula yang masih bergulat dengan tantangan, termasuk isu hukum yang signifikan.

Salah satu emiten yang bersinar adalah PT Total Bangun Persada Tbk (TOTL). Perseroan berhasil membukukan laba bersih sebesar Rp 174,48 miliar per semester I 2025. Angka ini mencerminkan lonjakan impresif 54,88% dibandingkan periode yang sama tahun 2024, yang kala itu sebesar Rp 112,70 miliar. Peningkatan laba TOTL ini didorong oleh pertumbuhan pendapatan usaha yang mencapai Rp 1,67 triliun per Juni 2025, naik 16,58% secara tahunan (YoY) dari Rp 1,43 triliun. Lebih lanjut, TOTL juga sukses mengantongi perolehan kontrak baru senilai sekitar Rp 2,49 triliun hingga akhir Juni 2025. Anggie S Sidharta, Corporate Secretary TOTL, menjelaskan bahwa kontrak-kontrak baru tersebut berasal dari berbagai sektor, dengan dominasi proyek pembangunan gedung data center, industrial, dan hotel. “Sejauh ini pencapaian masih in-line dengan target tahun ini,” ujar Anggie kepada Kontan.

Total Bangun Persada (TOTL) Raih Kontrak Baru Rp 2,49 Triliun per Semester I 2025

Senada dengan TOTL, PT Nusa Raya Cipta Tbk (NRCA) juga menunjukkan kinerja positif. Anak usaha unit konstruksi dari PT Surya Semesta Internusa Tbk (SSIA) ini membukukan pendapatan konsolidasi sebesar Rp 1,70 triliun untuk semester I-2025, meningkat 6,1% YoY dari Rp 1,60 triliun. Laba bersih NRCA juga melesat 28,3% YoY, mencapai Rp 76,5 miliar dari Januari hingga Juni 2025, dibandingkan Rp 59,6 miliar di semester I 2024. Namun, ada sedikit kontras pada perolehan kontrak baru NRCA. Perseroan hanya mencatatkan nilai kontrak baru sebesar Rp 1,42 triliun sepanjang paruh pertama tahun 2025, angka ini menurun 37,2% dari Rp 2,26 triliun pada periode yang sama tahun lalu. Erlin Budiman, VP of Investor Relations & Sustainability SSIA, menyebutkan beberapa proyek utama yang berhasil diraih NRCA di semester I 2025. Proyek-proyek tersebut meliputi Pabrik Baru AHM Deltamas Cikarang Bekasi, Infrastruktur Smartpolitan Subang, Struktur Grand Lucky Pekanbaru, Gedung Parkir & Kampus Plaza E Gunadarma Depok, Holiday Inn Express Bandung, Residence Mandarin Oriental Pandawa Denpasar, Perluasan Gedung OMC IKK Pindodeli Karawang, Gedung & Fasilitas Perkantoran Industri Charoen Pokphand Indonesia Jakarta, Komplek Bungur Sport, RS Keluarga Sehat Coverall Rembang, Tretes Raya Hotel Pandaan, dan Anugerah Argon Medika Medan.

Sementara itu, PT Acset Indonusa Tbk (ACST) menghadapi tantangan yang berbeda. Meskipun pendapatannya meningkat menjadi Rp 1,21 triliun per semester I 2025, naik 7,68% YoY dari Rp 1,13 triliun, perseroan masih mencatatkan rugi bersih sebesar Rp 31,82 miliar. Angka kerugian ini sebenarnya telah menyusut signifikan dari Rp 135,98 miliar per semester I 2024, menunjukkan perbaikan meskipun masih dalam zona merah. Kerugian ACST ini tak lepas dari kasus dugaan korupsi proyek Tol Layang MBZ yang menyeret nama perseroan. Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan ACST sebagai tersangka korporasi dalam pengembangan kasus pembangunan Jalan Tol Jakarta-Cikampek II Elevated. Corporate Secretary ACST, Kadek Ratih Paramita A, menjelaskan bahwa surat penetapan tersangka diterima pada tanggal 3 Juni 2025. Proyek tersebut merupakan hasil kerja sama operasi (joint operation) dengan PT Waskita Karya Tbk (WSKT), di mana WSKT bertindak sebagai pemimpin JO. Menghormati proses hukum yang berjalan, Kadek menegaskan bahwa ACST tidak dapat memberikan komentar lebih lanjut, namun akan bersikap kooperatif. Ia juga menekankan komitmen perseroan untuk terus menjalankan kegiatan usaha secara normal dan mematuhi prinsip tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance) serta peraturan yang berlaku di Indonesia.

ACST Jadi Tersangka Korporasi Korupsi Tol MBZ, Begini Tanggapan Manajemen

Menanggapi kinerja emiten konstruksi swasta yang bervariasi ini, Nafan Aji Gusta, Senior Market Analyst Mirae Asset Sekuritas, menilai bahwa performa emiten sangat bergantung pada kemampuan mereka dalam meraih nilai kontrak baru. Ia juga menyoroti bahwa kerugian yang dialami sebagian emiten konstruksi swasta lebih banyak disebabkan oleh buruknya penerapan good corporate governance (GCG). “Adanya korupsi itu jadi kasih sentimen negatif ke kinerja dan pada kepercayaan investor,” ujarnya kepada Kontan. Nafan memprediksi bahwa kinerja emiten konstruksi swasta masih akan cenderung bervariasi di semester II 2025, dengan dinamika yang tetap bergantung pada perolehan kontrak baru. Ia juga mencatat bahwa saham-saham emiten konstruksi swasta masih belum sepenuhnya likuid.

Dari segi pergerakan saham, data RTI menunjukkan performa yang beragam. Saham TOTL berhasil naik 7,35% secara year to date (YTD), sementara saham NRCA terbang signifikan hingga 167,05% YTD. Di sisi lain, saham ACST turun tipis 1,16% YTD dan BDKR anjlok 21,05% YTD. Berdasarkan kondisi ini, Nafan merekomendasikan sikap wait and see untuk saham TOTL dan BDKR. Analisis teknikal dari Herditya Wicaksana, Analis MNC Sekuritas, menunjukkan bahwa pergerakan saham TOTL berada di level support Rp 700 per saham dan resistance Rp 740 per saham. Herditya merekomendasikan buy if break untuk TOTL dengan target harga antara Rp 765 hingga Rp 790 per saham. Senada, Praktisi Pasar Modal sekaligus Founder WH Project, William Hartanto, melihat saham TOTL dalam tren menguat dengan level support di Rp 700 per saham dan resistance Rp 765 per saham. Meskipun indikator MACD membentuk bearish divergence yang mengindikasikan potensi pelemahan terbatas, William merekomendasikan buy on weakness untuk saham dengan target harga terdekat Rp 765 per saham, kemungkinan merujuk pada TOTL mengingat konteksnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *