Efek Ganti Menkeu: Investor Asing Jual Saham Bank, Sinyal Bahaya?

Shoesmart.co.id JAKARTA. Istilah “sudah jatuh tertimpa tangga” seolah menjadi gambaran nyata bagi pergerakan saham perbankan saat ini. Para investor asing kini memiliki alasan tambahan untuk melepaskan kepemilikan mereka, terutama pada saham-saham bank besar atau big banks di Indonesia.

Dalam dua hari terakhir pekan ini, saham big banks mengalami koreksi cukup dalam menyusul adanya perubahan signifikan dalam struktur kabinet Presiden Prabowo. Pergantian Menteri Keuangan menjadi sentimen utama yang mendorong investor asing untuk melakukan aksi jual.

Di antara bank-bank besar lainnya, saham PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) mencatat penurunan paling drastis. Selama dua hari berturut-turut, harga saham BMRI merosot 7,91% dari penutupan akhir pekan, kini diperdagangkan di level Rp 4.310 per saham.

Jika dicermati lebih jauh, kepemilikan asing pada BMRI menunjukkan tren mengkhawatirkan. Pada perdagangan Selasa (9/9/2025) saja, tercatat net foreign sell mencapai Rp 1,38 triliun. Angka ini menambah panjang deretan aksi jual asing sepanjang tahun 2025, yang totalnya telah mencapai Rp 14,79 triliun.

Investasi Saham Bank: Big Banks Terjun Bebas, Ada Apa?

Situasi serupa turut membayangi saham PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI), yang dalam dua hari terakhir telah turun 6,64% menjadi Rp 4.080 per saham. Penurunan ini juga didominasi oleh keluarnya investor asing dari pasar.

Sebagai ilustrasi, pada perdagangan Selasa (9/9/2025), net foreign sell di BBNI mencapai Rp 246,78 miliar. Secara kumulatif sepanjang tahun ini, total net foreign sell di BBNI telah mencapai Rp 3,68 triliun.

Maximilianus Nicodemus, Direktur Asosiasi Riset dan Investasi Pilarmas Investindo Sekuritas, menjelaskan bahwa suka atau tidak suka, pergantian Menteri Keuangan memang memiliki dampak signifikan pada saham sektor keuangan, khususnya perbankan. Ia menyoroti fakta bahwa investor asing paling banyak memegang saham di sektor perbankan Indonesia.

“Sri Mulyani adalah salah satu dari sedikit alasan mengapa investor asing masih mengalokasikan dana di pasar emerging market, khususnya di Indonesia,” ujar Nico, pada Selasa (9/9/2025). Oleh karena itu, menurutnya, wajar jika investor asing merespons sentimen tersebut dengan aksi keluar pasar.

Nico berpendapat bahwa perlu ada langkah konkret dari Menteri Keuangan yang baru untuk menjaga kepercayaan pasar. Ia juga menambahkan, penurunan saham yang terjadi seharusnya bisa dihindari jika sosok pengganti telah sesuai dengan ekspektasi pasar.

“Pelaku pasar, khususnya asing, harap-harap cemas apakah penggantinya mampu, untuk itu. Biar waktu yang akan membuktikannya,” jelas Nico, sembari menekankan bahwa pergantian Menteri Keuangan tidak akan langsung berdampak pada fundamental bank. Namun, ia mengingatkan, kinerja bank saat ini juga sedang tertekan.

Nico menyebut, perbankan, terutama bank-bank BUMN, telah mendapatkan berbagai penugasan dari program pemerintah. Penugasan ini, lanjutnya, pada akhirnya turut menciptakan sentimen negatif di kalangan investor, meskipun ia mengakui adanya pemulihan ekonomi yang mulai terlihat.

Potensi rebound saham perbankan memang ada, terutama menjelang window dressing di akhir tahun. “Tapi kalau saya lihat, saham perbankan baru akan terlihat rebound di tahun depan sambil melihat realisasi program-program pemerintah seperti apa,” proyeksinya.

IHSG Anjlok 1,78%! Saham Perbankan BUMN: BBRI, BMRI, BBNI Melemah, BBTN Menguat

Senada, Investment Analyst Infovesta Utama, Ekky Topan, menjelaskan bahwa secara fundamental, reshuffle kabinet sebenarnya tidak langsung memengaruhi kinerja perbankan. Namun, dari sisi persepsi pasar, dampaknya sangat besar karena posisi Menteri Keuangan sangat strategis dalam menjaga arah fiskal dan kepercayaan investor, terutama investor asing.

Ekky menambahkan, pergantian menteri memicu kekhawatiran bahwa arah fiskal ke depan bisa berubah menjadi lebih longgar, yang pada gilirannya meningkatkan persepsi risiko terhadap Indonesia. “Reaksi pasar terlihat cepat, terutama karena sektor perbankan merupakan konstituen besar IHSG dan paling sensitif terhadap arus dana asing,” paparnya.

Meskipun demikian, Ekky menegaskan bahwa sektor perbankan sebenarnya cukup solid dari sisi fundamental. Rasio kecukupan modal (CAR), likuiditas, dan kualitas aset perbankan masih terjaga baik. Hanya saja, ia menyebut adanya ekspektasi penurunan pertumbuhan kinerja akibat perlambatan ekonomi, melunaknya pertumbuhan kredit, dan tekanan pada Net Interest Margin (NIM).

“Jadi, bukan berarti fundamentalnya jelek, tapi lebih kepada ekspektasi pasar yang sedang menyesuaikan dengan dinamika makro,” ujarnya. Untuk saat ini, Ekky menilai saham big banks yang berpotensi rebound lebih cepat adalah saham BRI dan BCA. Khusus untuk BRI, ia menyarankan kehati-hatian karena bank ini sangat responsif terhadap fluktuasi pasar.

Ekky memproyeksikan, untuk jangka pendek, saham BRI di kisaran Rp 4.400 hingga Rp 4.500 masih menjadi resistensi kuat, dengan target jangka panjang kembali ke Rp 5.000.

Di sisi lain, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, memandang pergerakan saham perbankan yang terjadi lebih disebabkan oleh persepsi negatif yang terbentuk di kalangan investor. Menurutnya, hal ini merupakan dampak dari komunikasi program-program pemerintah yang kerap kali belum jelas.

Namun, Dian tetap optimistis kondisi tersebut akan membaik. Ia yakin bahwa ketika program-program pemerintah yang dijalankan perbankan sudah terealisasi dan komunikasinya lebih transparan, persepsi pasar akan berubah. Mengingat, saat ini program-program tersebut dinilai sudah lebih jelas. “Ini cuma masalah waktu,” pungkasnya.

Ringkasan

Pergantian Menteri Keuangan memicu aksi jual saham perbankan, terutama saham big banks seperti BMRI dan BBNI, oleh investor asing. Investor asing bereaksi negatif karena menganggap pergantian ini berpotensi mengubah arah kebijakan fiskal dan meningkatkan risiko investasi di Indonesia. Aksi jual asing ini tercermin dari net foreign sell yang signifikan pada saham BMRI dan BBNI dalam beberapa hari terakhir.

Analis menilai bahwa secara fundamental, sektor perbankan sebenarnya masih solid, namun persepsi pasar terpengaruh oleh pergantian Menteri Keuangan. Meskipun fundamental bank masih baik, ekspektasi penurunan pertumbuhan kinerja akibat perlambatan ekonomi dan tekanan pada NIM juga menjadi faktor yang mempengaruhi sentimen investor. Pemulihan saham perbankan diperkirakan akan terjadi pada tahun depan, seiring dengan realisasi program-program pemerintah.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *