Perkembangan penggunaan QRIS di Indonesia menunjukkan lonjakan signifikan, dengan Bank Indonesia (BI) melaporkan pencapaian luar biasa hingga akhir Agustus 2025. Jumlah merchant QRIS telah tembus 40 juta, melampaui 113 persen dari target yang ditetapkan. Tak hanya itu, nilai transaksi digital melalui QRIS juga mencetak angka fantastis sebesar Rp 8,86 miliar, melampaui 136 persen dari target.
Dominasi UMKM dalam ekosistem QRIS menjadi pendorong utama pertumbuhan ini. Deputi Gubernur BI, Filianingsih Hendarta, dalam konferensi pers Rapat Dewan Gubernur pada Rabu (17/9), menegaskan bahwa 93 persen dari seluruh merchant QRIS adalah pelaku UMKM. Fenomena ini sejalan dengan jumlah pengguna QRIS yang mencapai 57,6 juta, merepresentasikan 85 persen dari target, menunjukkan penetrasi yang luas di berbagai lapisan masyarakat.
Di tengah gempita pertumbuhan ini, BI juga meluruskan kesalahpahaman tentang isu ‘QRIS palsu‘. Filianingsih Hendarta secara tegas menyatakan bahwa tidak ada QRIS yang dipalsukan untuk tujuan transaksi. Yang kerap terjadi, menurutnya, adalah penggunaan QRIS yang tidak sesuai prosedur atau bukan menggunakan kode QRIS yang semestinya.
Ia menjelaskan lebih lanjut, modus penyalahgunaan bisa bermacam-macam. Misalnya, seorang pedagang mungkin menggunakan kode QRIS milik orang lain, mengakibatkan proses pemindaian oleh pembeli menjadi tidak valid. Sebaliknya, pembeli yang berniat curang juga bisa saja menyiasati sistem dengan menunjukkan bukti transfer digital palsu, menciptakan potensi kerugian bagi pedagang.
Oleh karena itu, Filianingsih menekankan pentingnya kewaspadaan bagi semua pihak yang terlibat dalam transaksi QRIS, baik pedagang maupun pembeli. Bagi pedagang, hal krusial yang harus selalu dicermati adalah memastikan adanya notifikasi resmi masuknya dana ke rekening mereka setelah setiap transaksi pembayaran digital berhasil dilakukan.
Lebih jauh, ia menggarisbawahi esensi edukasi yang berkelanjutan mengenai keamanan transaksi QRIS. Mengingat QRIS telah menjelma menjadi pilihan utama untuk transaksi retail, tanggung jawab untuk menjaga keamanannya bukan hanya berada di satu pihak. Melainkan, ini adalah tugas kolektif yang melibatkan pedagang, pembeli, otoritas, ASPI, dan seluruh pelaku industri, bersama-sama bahu-membahu menciptakan ekosistem pembayaran digital yang aman dan terpercaya.