
Dalam setahun kepemimpinan Presiden RI Prabowo Subianto, subsektor minyak dan gas bumi (migas) telah menyaksikan transformasi kebijakan yang berpihak kepada rakyat. Melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), pemerintah meluncurkan sebuah arah baru dalam tata kelola migas, yang secara fundamental melibatkan masyarakat langsung dalam pengelolaan energi nasional. Langkah strategis ini dirancang tidak hanya untuk memperkuat ketahanan energi, tetapi juga untuk memacu pertumbuhan ekonomi yang inklusif di berbagai daerah.
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia secara lugas menyampaikan bahwa kebijakan ini merupakan manifestasi konkret dari amanat konstitusi, memastikan bahwa kekayaan alam, khususnya migas, sepenuhnya dimanfaatkan untuk kemakmuran rakyat. Salah satu pilar utamanya adalah lahirnya kebijakan pengelolaan sumur minyak rakyat yang kini dapat dikelola secara resmi oleh koperasi, Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Melalui implementasi Peraturan Menteri ESDM Nomor 14 Tahun 2025, negara memberikan landasan hukum yang kuat bagi aktivitas sumur minyak rakyat, membuka ruang bagi partisipasi aktif masyarakat dalam rantai produksi energi nasional.
Bahlil lebih lanjut menguraikan bahwa inisiatif ini merefleksikan semangat Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945, di mana negara secara eksplisit membuka peluang bagi rakyat untuk menjadi bagian integral dari rantai produksi energi nasional. Dengan demikian, pengelolaan migas tidak lagi didominasi oleh segelintir pemilik modal besar semata, melainkan menjadi domain yang lebih inklusif.
Kementerian ESDM mencatat hasil inventarisasi yang mengesankan, menunjukkan bahwa lebih dari 45.000 sumur rakyat siap untuk dikelola secara legal dan produktif. Potensi tambahan produksi minyak dari sumur-sumur ini diperkirakan mencapai 10.000 barel per hari, sekaligus berpotensi menciptakan 225.000 lapangan kerja baru yang signifikan di berbagai daerah. Bagi Bahlil, kebijakan ini adalah bukti nyata bahwa kemandirian energi sebuah bangsa dapat tumbuh subur melalui partisipasi rakyat yang terorganisasi. Ia menegaskan, “Sejarah mencatat, tidak ada kemajuan bangsa tanpa kedaulatan atas energi.”
Dampak positif dari kebijakan pengelolaan sumur rakyat ini tidak hanya terbatas pada penciptaan lapangan kerja, tetapi juga terbukti langsung berkontribusi pada peningkatan produksi minyak nasional. Data terbaru dari Kementerian ESDM mengindikasikan adanya pembalikan tren produksi yang kini menunjukkan peningkatan yang signifikan. Tercatat, rata-rata produksi minyak bumi (termasuk NGL) pada periode Januari—September 2025 mengalami kenaikan 4,79% (Year-on-Year) menjadi 604,70 ribu barel per hari (MBOPD), melampaui capaian periode yang sama tahun 2024 sebesar 577,08 MBOPD. Dengan momentum ini, target produksi migas tahun 2026 ambisius ditetapkan sebesar 610 ribu barel per hari.
Menteri Bahlil Lahadalia optimis bahwa capaian produksi ini akan terus meningkat seiring upaya pemerintah untuk menghidupkan kembali produktivitas lebih dari 4.400 sumur yang sebelumnya ‘mati suri,’ mengubahnya kembali menjadi urat nadi perekonomian daerah. Lebih lanjut, peningkatan produksi ini diperkuat oleh program reaktivasi sumur tua yang masif; dari 16.990 sumur idle, sebanyak 4.495 sumur telah berhasil kembali berproduksi. Pemerintah juga gencar mendorong penerapan teknologi canggih seperti Enhanced Oil Recovery (EOR) dan memperluas kegiatan eksplorasi migas untuk mengungkap potensi cadangan baru.
Kebijakan transformatif ini telah membawa dampak positif yang nyata bagi masyarakat di berbagai wilayah penghasil minyak, seperti di Musi Banyuasin, Sumatra Selatan. Berkat Peraturan Menteri ESDM Nomor 14 Tahun 2025, masyarakat kini dapat mengelola sumur secara legal dan bekerja dengan lebih produktif, menghilangkan bayang-bayang kekhawatiran yang selama ini menyelimuti. Senyum lega tampak jelas di wajah Anita Bakti, warga Desa Mekar Sari, Kabupaten Musi Banyuasin, yang kini dapat menambang minyak dengan tenang, tanpa dihantui rasa takut.
“Kami sangat bersyukur dan berterima kasih kepada Pak Menteri ESDM yang telah berjuang keras membantu masyarakat Keluang,” tutur Anita dengan penuh haru, menambahkan, “Sekarang kami tidak takut lagi untuk molot (menambang). Kalau sudah legal, kami merasa aman, Pak.” Sentimen serupa digaungkan oleh Joko Mulyo, warga lain yang telah lama berkecimpung dalam pengelolaan sumur minyak tradisional. “Kini pekerjaan kami menjadi tenang, tidak lagi dihantui rasa takut atau was-was. Rasanya seperti mendapat perlindungan penuh dari negara,” ujarnya, mencerminkan rasa syukur yang mendalam.
Secara keseluruhan, kebijakan pengelolaan sumur rakyat menandai era baru dalam tata kelola migas yang jauh lebih inklusif dan berorientasi pada kesejahteraan rakyat. Pemerintah berkomitmen penuh untuk memastikan keberlanjutan langkah ini, tidak hanya demi memperkuat produktivitas energi nasional, tetapi juga untuk secara konsisten menciptakan nilai ekonomi yang berpihak langsung kepada masyarakat luas, mengukuhkan kedaulatan energi yang sesungguhnya.