JAKARTA – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengakhiri perdagangan Senin, 22 September 2025, di zona merah, terkoreksi 0,14% menuju level 8.040,03. Pelemahan pasar modal ini sebagian besar dipicu oleh tekanan dari nilai tukar rupiah yang terus terdepresiasi terhadap dolar Amerika Serikat (AS), di mana pergerakan saham-saham perbankan besar juga terlihat variatif.
Koreksi rupiah semakin terlihat jelas pada perdagangan spot Selasa, 23 September 2025. Mata uang Garuda tercatat melemah 0,06% menjadi Rp 16.611 per dolar AS, sebuah level yang tergolong paling rendah sejak 5 Mei 2025. Kondisi pelemahan ini tentu menimbulkan kekhawatiran di kalangan investor.
Valdy Kurniawan, Head of Research Phintraco Sekuritas, mencermati bahwa kombinasi pelemahan rupiah, kekhawatiran akan kondisi fiskal Tanah Air, serta minimnya sentimen positif baru, secara kolektif menekan IHSG hingga tergelincir ke zona negatif. Situasi ini mengindikasikan bahwa sentimen pasar masih sangat sensitif terhadap faktor-faktor fundamental dan psikologis.
Sepanjang sesi pertama perdagangan, tekanan terhadap IHSG sudah terasa, dengan indeks melemah ke 8.022,4. Sejumlah saham unggulan yang masuk dalam daftar LQ45, seperti AMMN, CPI, dan JPFA, tercatat menjadi pembeban utama (top losers) pada periode tersebut.
Dari dalam negeri, perhatian investor kini tertuju pada rilis data M2 Money Supply periode Agustus 2025 yang dijadwalkan pada 23 September 2025. Data ini diharapkan dapat memberikan gambaran lebih jelas mengenai likuiditas dan potensi pergerakan ekonomi. Sementara itu, di kancah regional, pasar mencermati keputusan Bank Sentral China yang memilih untuk mempertahankan suku bunga acuannya.
Di pasar global, harga emas kembali mencatat rekor tertinggi baru, didorong kuat oleh ekspektasi pasar akan adanya penurunan suku bunga lanjutan dari The Federal Reserve (The Fed). “Sementara itu harga emas mencapai rekor tertinggi baru lagi yang didorong oleh ekspektasi penurunan suku bunga The Fed selanjutnya,” tulis Valdy dalam risetnya yang dirilis Senin, 22 September 2025.
Selain itu, dari Negeri Paman Sam, pelaku pasar juga menantikan rilis indeks S&P Global Manufacturing dan Services yang diperkirakan menunjukkan perlambatan. Sorotan lain juga tertuju pada pidato Chairman The Fed, Jerome Powell, yang dapat memberikan petunjuk arah kebijakan moneter ke depan.
Secara teknikal, Valdy menjelaskan bahwa indikator Stochastic RSI berada di area overbought, sementara histogram positif pada MACD mulai mendatar, mengindikasikan adanya penurunan minat beli di kalangan investor. Namun demikian, IHSG masih mampu bertahan di atas level MA5 dan sempat mencapai level intraday tertinggi baru di 8.087.
Meskipun ada sinyal pelemahan dari indikator teknikal, IHSG diperkirakan akan bergerak sideways pada perdagangan Selasa, 23 September 2025, dengan proyeksi rentang pergerakan antara 8.000 hingga 8.100. Untuk perdagangan tersebut, Phintraco Sekuritas merekomendasikan beberapa saham pilihan, yaitu PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA), PT Archi Indonesia Tbk (ARCI), PT Solusi Sinergi Digital Tbk (WIFI), PT J Resources Asia Pasifik Tbk (PSAB), dan PT Surya Citra Media Tbk (SCMA).
Ringkasan
IHSG ditutup melemah pada Senin, 22 September 2025, akibat tertekan oleh pelemahan Rupiah terhadap Dolar AS dan pergerakan variatif saham perbankan. Rupiah terus terdepresiasi hingga mencapai level terendah sejak Mei 2025, menambah sentimen negatif pasar. Data M2 Money Supply dan keputusan suku bunga Bank Sentral China juga menjadi perhatian investor.
Secara teknikal, indikator menunjukkan sinyal pelemahan, namun IHSG diprediksi bergerak sideways dengan rentang 8.000-8.100 pada perdagangan Selasa, 23 September 2025. Phintraco Sekuritas merekomendasikan beberapa saham seperti MDKA, ARCI, WIFI, PSAB, dan SCMA untuk perdagangan tersebut.