IHSG 2024-2025: September Effect Gagal, Prospek Sampai Akhir Tahun?

Secara historis, bulan September seringkali menjadi momok bagi para investor di pasar saham Indonesia. Fenomena yang dikenal sebagai September Effect ini menunjukkan kecenderungan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) untuk mengalami koreksi.

Namun, pada tahun 2025 ini, pola historis tersebut terpatahkan. IHSG justru menunjukkan performa yang mengesankan, terus menguat dan kokoh bertengger di atas level psikologis 8.000, menepis bayang-bayang September Effect.

Pada penutupan perdagangan Jumat (26/9), IHSG berhasil menguat 0,73% hingga mencapai level 8.099,34. Pencapaian ini kian istimewa mengingat sepanjang September, indeks acuan tersebut telah membukukan kenaikan signifikan sebesar 3,43%.

Oktavianus Audi, VP of Equity Retail Kiwoom Sekuritas Indonesia, menyoroti bahwa absennya September Effect di tahun 2025 ini merupakan sebuah anomali. Ia menjelaskan, dalam satu dekade terakhir, sebanyak 70% dari periode September biasanya diwarnai oleh koreksi pada IHSG.

Audi mencermati bahwa penguatan IHSG yang terjadi saat ini didorong oleh beberapa faktor kunci. Pertama, kinerja impresif saham-saham emiten konglomerasi yang didukung oleh laporan keuangan positif serta masuknya mereka ke dalam indeks-indeks global terkemuka.

Kedua, adanya pelonggaran kebijakan moneter yang saat ini sedang dalam fase transisi menuju era suku bunga rendah. Kondisi ini, menurut Audi kepada KONTAN akhir pekan lalu, secara signifikan mendorong permintaan di pasar saham.

Prediksi IHSG dan Rekomendasi Saham, Senin (29/9/2025)

Lebih lanjut, Audi menjelaskan bahwa pelonggaran kebijakan moneter ini memiliki potensi untuk menekan biaya dana (cost of fund) perusahaan, sekaligus menggiatkan kembali aktivitas ekonomi dan ekspansi emiten. Dengan demikian, diharapkan kinerja fundamental emiten akan mengalami perbaikan yang berkelanjutan.

Meskipun secara historis IHSG cenderung terkoreksi di bulan September dan kemudian berangsur menguat menuju akhir tahun—sebuah fenomena yang dikenal sebagai window dressing—pertanyaan besar pun muncul: apakah absennya September Effect tahun ini berarti window dressing juga tidak akan terjadi?

Menanggapi hal ini, Andrey Wijaya, Head of Research RHB Sekuritas, menegaskan bahwa meskipun IHSG telah menunjukkan penguatan yang solid sepanjang September 2025, peluang terjadinya window dressing di akhir tahun tetap terbuka lebar.

Secara musiman, inflow dana investor pada bulan Desember, ditambah dengan aksi manajer investasi menjelang penutupan buku tahunan, biasanya akan menjadi penopang utama penguatan IHSG. Meski demikian, kenaikan yang telah terjadi di bulan-bulan sebelumnya berpotensi memicu aksi ambil untung (profit taking) yang lebih besar.

“Oleh karena itu, kenaikan IHSG di bulan-bulan sebelumnya meningkatkan potensi profit taking, sehingga tren pergerakan indeks di akhir tahun kemungkinan akan lebih moderat, namun tetap dalam jalur positif,” jelas Andrey, memberikan perspektif yang realistis.

Sentimen yang Mempengaruhi IHSG

Menurut Andrey, sejumlah sentimen penting akan memengaruhi dinamika pergerakan IHSG ke depan. Dari ranah global, investor diimbau untuk mencermati arah kebijakan bank sentral utama seperti The Fed dan European Central Bank (ECB), fluktuasi harga komoditas utama, serta potensi risiko geopolitik yang terus berkembang.

Sementara itu, dari sisi domestik, perhatian investor akan tertuju pada kebijakan suku bunga Bank Indonesia, implementasi stimulus fiskal dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026, kinerja keuangan emiten pada kuartal III, serta stabilitas nilai tukar rupiah. Seluruh faktor ini akan memainkan peran krusial dalam menentukan arah pasar saham.

“Di samping itu, likuiditas yang melimpah di pasar akibat pemangkasan suku bunga acuan oleh Bank Indonesia dan percepatan belanja pemerintah juga berpotensi menjadi katalis positif yang mendorong pergerakan IHSG,” tambah Andrey.

Untuk sisa paruh kedua tahun ini, RHB Sekuritas memberikan rekomendasi overweight pada sektor perbankan, dengan saham-saham pilihan meliputi BBCA, BRIS, dan BBRI. Selain itu, sektor kebutuhan pokok (consumer staples) juga menjadi fokus dengan saham ICBP dan AMRT.

Tak ketinggalan, rating overweight juga diberikan kepada sektor komoditas defensif, mencakup saham-saham seperti ANTM dan INCO. Andrey menekankan, investor disarankan untuk menerapkan strategi beli saat koreksi (buy on weakness) serta memprioritaskan saham-saham dengan fundamental yang kuat dan likuiditas tinggi.

Prediksi IHSG dan Rekomendasi Saham, Senin (29/9/2025)

Senada dengan pandangan positif tersebut, Nafan Aji Gusta, Senior Market Analyst Mirae Asset Sekuritas, memproyeksikan bahwa performa positif IHSG diperkirakan akan berlanjut dari Oktober hingga Desember. Proyeksi ini didasarkan pada rata-rata pergerakan indeks selama lima tahun terakhir.

Dalam skenario optimistisnya, Nafan memperkirakan IHSG mampu melaju hingga level 8.246 pada akhir tahun 2025. Sebaliknya, pada skenario pesimistis (bearish), indeks diproyeksikan bisa bergerak ke posisi 7.419. Oleh karena itu, Nafan menyarankan investor untuk mengakumulasi saham-saham dengan fundamental yang solid.

Saham-saham pilihan Nafan antara lain mencakup BBCA, AALI, LSIP, dan TBLA. Selain itu, ia juga merekomendasikan saham-saham dengan valuasi menarik dan potensi dividen tinggi seperti ASII, AUTO, BBNI, BBRI, BBTN, BMRI, BNGA, BTPS, ELSA, ERAA, JPFA, PGAS, TLKM, TUGU, dan SIDO, menawarkan beragam pilihan bagi investor.

Ringkasan

Pada tahun 2025, IHSG berhasil mematahkan fenomena September Effect dengan terus menguat hingga mencapai level 8.099,34 pada akhir September. Kenaikan ini didorong oleh kinerja positif saham-saham emiten konglomerasi dan pelonggaran kebijakan moneter yang mendorong permintaan pasar saham. Meskipun demikian, peluang terjadinya window dressing di akhir tahun tetap terbuka, meskipun potensi profit taking lebih besar.

Sentimen yang memengaruhi IHSG ke depan meliputi kebijakan bank sentral global, harga komoditas, risiko geopolitik, serta kebijakan suku bunga Bank Indonesia, stimulus fiskal, dan kinerja keuangan emiten domestik. RHB Sekuritas merekomendasikan overweight pada sektor perbankan, kebutuhan pokok, dan komoditas defensif, sementara Mirae Asset Sekuritas memproyeksikan IHSG akan terus positif hingga akhir tahun dan merekomendasikan saham-saham dengan fundamental solid.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *