BI Rate Dipangkas, Perbankan Harap Likuiditas Valas Melonggar di Semester II-2025

Shoesmart.co.id JAKARTA. Likuiditas valuta asing (valas) di sektor perbankan Tanah Air menunjukkan indikasi pengetatan. Kondisi ini selaras dengan laju pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) valas yang semakin tertekan.

Data Bank Indonesia (BI) per Juni 2025 mencatat bahwa pertumbuhan DPK valas hanya mencapai 1,6% secara tahunan, dengan total nilai Rp 1.342,5 triliun. Angka ini lebih rendah dibandingkan capaian bulan sebelumnya yang masih tumbuh 1,8%, mengindikasikan perlambatan dalam penghimpunan dana valas. Di sisi lain, kredit valas perbankan per Juni 2025 tumbuh 5,02% menjadi Rp 1.229,5 triliun. Meskipun masih tumbuh, angka ini menunjukkan tren perlambatan signifikan dari pertumbuhan dua digit yang tercatat di awal tahun, yakni sebesar 14,52%.

BI Rate Kembali Dipangkas, Akankah Likuiditas Valas Melonggar?

Merespons kondisi ini, sejumlah perbankan menaruh harapan pada penurunan suku bunga acuan BI Rate. Setelah dipangkas 25 basis poin (bps) menjadi 4,75%, diharapkan ada pelonggaran likuiditas, baik dalam denominasi rupiah maupun valuta asing.

PT Bank Danamon Indonesia, misalnya, memperkirakan bahwa kebijakan pemangkasan BI Rate ini akan turut memperlonggar likuiditas valas. Transmisi pelonggaran moneter tersebut telah mulai terlihat dari penurunan imbal hasil Surat Berharga Valuta Asing (SUVBI) dan Sertifikat Bank Indonesia (SVBI) tenor tiga bulan. Imbal hasil yang sebelumnya sempat di atas 4,3% hingga Agustus 2025 kini telah turun menjadi 4,07%.

Sejalan dengan itu, volume lelang kedua instrumen tersebut juga menyusut signifikan pada September 2025, dengan SUVBI tercatat 215 juta Dolar A.S. dan SVBI sebesar 743 juta Dolar A.S. Penurunan imbal hasil dan volume lelang ini, menurut Reza Iskandar Sardjono, Chief Strategy Officer PT Bank Danamon Indonesia, mencerminkan berkurangnya penyerapan instrumen valas dari sistem perbankan.

“Sehingga likuiditas valas domestik melonggar dan diperkirakan berlanjut ke depan, menopang stabilitas pasar,” ujar Reza kepada kontan.co.id, Sabtu (20/9). Reza lebih lanjut menjelaskan bahwa secara keseluruhan, likuiditas valas perbankan tetap terjaga. Total volume lelang Term Deposit (TD) hingga 19 September 2025 tercatat tinggi di US$ 101,3 miliar, meningkat dari US$ 90,3 miliar pada periode yang sama Agustus 2025. Kenaikan terbesar terjadi pada instrumen TD Overnight, yang turut mengindikasikan adanya pelonggaran likuiditas valas di sistem perbankan.

Pelonggaran ini, menurut Reza, didorong oleh dua faktor utama. Pertama, ekspektasi penurunan suku bunga acuan The Federal Reserve pada pertemuan September 2025 yang memperkuat sentimen positif bagi emerging markets. Kedua, penempatan kas negara sebesar 200 triliun Rupiah di perbankan yang secara signifikan menambah likuiditas secara keseluruhan.

Penurunan BI Rate Dinilai Akan Memperluas Ruang Likuiditas Valas Perbankan

Per Juni 2025, kredit valas Danamon tercatat sebesar Rp 13,7 triliun, atau 8,3% dari total pinjaman yang disalurkan. Sementara itu, dari sisi pendanaan, DPK valas Danamon mencapai Rp 19,9 triliun, setara dengan 12,6% dari total dana simpanan nasabah.

Senada dengan pandangan tersebut, Presiden Direktur CIMB Niaga, Lani Darmawan, juga menyampaikan harapan serupa. Dengan kembali menurunnya suku bunga acuan BI Rate, ia memprediksi akan terjadi pelonggaran likuiditas, baik valas maupun rupiah, pada semester kedua 2025.

“Seharusnya likuiditas valas juga akan melonggar. Saat ini likuiditas valas kami cukup longgar dengan loan to deposit ratio (LDR) valas sekitar 70%,” tutur Lani. Ia menambahkan bahwa DPK valas maupun kredit valas CIMB Niaga masih mencatatkan pertumbuhan positif, meski tidak merinci angka pastinya. Dalam menjaga likuiditas valas ke depan, Lani menegaskan bahwa pihaknya tidak akan mengerem kredit. Namun demikian, pertumbuhan kredit akan sangat dipengaruhi oleh daya beli masyarakat dan kepercayaan pelaku usaha untuk berinvestasi.

Sementara itu, PT Bank Central Asia (BCA) mengklaim bahwa likuiditas valas mereka tetap memadai. Hal ini sejalan dengan proyeksi pertumbuhan transaksi valuta asing serta pergerakan nilai tukar rupiah yang terus dicermati. Per Juni 2025, kredit valas BCA tercatat tumbuh positif sebesar 11,1% secara tahunan (YoY) menjadi Rp 49,0 triliun, meningkat dari Rp 44,1 triliun di tahun sebelumnya. Sektor-sektor yang paling banyak berkontribusi terhadap pertumbuhan kredit valas ini antara lain jasa bisnis, manufaktur, dan pertambangan.

“BCA senantiasa mencermati dinamika makroekonomi, baik domestik maupun global. BCA berfokus pada fundamental bisnis perseroan, serta tetap mengambil langkah yang pruden dalam menghadapi dinamika makroekonomi saat ini,” ungkap Hera (dari BCA). Kondisi likuiditas valas BCA yang memadai juga didukung oleh posisinya sebagai salah satu bank perantara utama untuk devisa hasil ekspor (DHE) dari barang ekspor sumber daya alam (SDA).

BCA juga telah mempersiapkan berbagai langkah strategis untuk mengantisipasi risiko pasar atas transaksi yang terkait dengan risiko nilai tukar dan suku bunga. Ini termasuk penetapan dan kontrol limit risiko pasar yang ketat, serta konsisten melakukan stress test dalam mengukur risiko.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *