Guncangan tak terhindarkan melanda pasar keuangan domestik Indonesia pada pekan kedua September 2025. Bank Indonesia (BI) mencatat adanya arus keluar bersih (net outflow) modal asing yang substansial, mencapai Rp 14,24 triliun, dalam rentang transaksi 8-11 September.
Ramdan Denny Prakoso, Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, menjelaskan bahwa penarikan dana ini merupakan kombinasi dari penjualan bersih di berbagai instrumen. Investor asing tercatat melakukan net sell di pasar saham senilai Rp 2,22 triliun, di Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp 5,45 triliun, serta dari Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) sebanyak Rp 6,57 triliun.
Mengkonfirmasi angka tersebut, Denny Prakoso dalam keterangan resminya pada Minggu (14/9) menegaskan, “Berdasarkan data transaksi 8 – 11 September 2025, nonresiden tercatat jual neto sebesar Rp 14,24 triliun.”
Meskipun demikian, jika melihat pergerakan modal asing sejak awal tahun hingga 11 September 2025, dinamika yang berbeda terlihat. Investor asing memang telah menarik dana yang cukup besar dari pasar saham dan SRBI, masing-masing mencapai Rp 54,33 triliun dan Rp 117,72 triliun. Namun, di segmen SBN, justru tercatat net inflow yang positif senilai Rp 58,94 triliun, menunjukkan preferensi tertentu terhadap obligasi pemerintah jangka panjang dalam periode lebih luas.
Kondisi pasar keuangan ini turut merefleksikan perubahan pada premi risiko investasi Indonesia. Credit Default Swaps (CDS) tenor 5 tahun, sebagai barometer risiko, tercatat membaik menjadi 69,04 basis poin (bps) pada 11 September, turun dari 69,55 bps per 4 September. Penurunan ini mengindikasikan persepsi risiko yang sedikit lebih rendah di mata investor.
Di sisi lain, pergerakan nilai tukar rupiah menunjukkan ketahanan. Mata uang domestik ini dibuka menguat pada level Rp 16.425 per dolar AS pada Jumat (12/9), membaik dari penutupan perdagangan sehari sebelumnya di Rp 16.455 per dolar AS. Penguatan ini terjadi meskipun Indeks dolar AS (DXY) juga terpantau menguat ke posisi 97,53 pada akhir perdagangan Kamis (11/9), menunjukkan adanya faktor domestik yang mendukung.
Adapun di pasar obligasi, yield SBN tenor 10 tahun menunjukkan tren penurunan, mencapai 6,33 persen pada Jumat (12/9) dari sebelumnya 6,37 persen. Penurunan yield ini bisa diartikan sebagai peningkatan minat investor terhadap obligasi pemerintah Indonesia. Sebagai perbandingan, imbal hasil US Treasury Note tenor 10 tahun berada di level 4,021 persen.
Menyikapi berbagai dinamika ini, Bank Indonesia menegaskan komitmennya untuk menjaga stabilitas. “Bank Indonesia terus memperkuat koordinasi dengan Pemerintah dan otoritas terkait serta mengoptimalkan strategi bauran kebijakan untuk mendukung ketahanan eksternal ekonomi Indonesia,” pungkas Ramdan Denny Prakoso, menggarisbawahi upaya kolektif dalam menghadapi tantangan pasar keuangan.